Kemauan
Seorang Ahli Pengembangan SDM di Mesir Muhammad Fathi mengakhiri bukunya yang berjudul 150 Kisah Yang Akan Menerangi Hidupmu dengan beberapa pertanyaan berikut:
Mana cita-cita tertinggimu yang spesial?
Mana yang membawamu kepada kebahagiaan?
Mana lampu yang menerangi hati dan hidupmu?
Mana ladang karyamu?
Mana kekuasaanmu terhadap anggota badanmu/jasadmu?
Mana kekuatan tersembunyimu yang beda dari orang lain?
Jangan berharap anda adalah satu-satunya dari mereka? Itu tidak benar. (Fathi,2010).
Baginya yang sangat menentukan bagi manusia itu adalah “kemauan” sesuatu yang bisa membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin, dan yang tidak pernah tidur walau sedang tidur, kalaulah akal dia membutuhkan waktu untuk istirahat, tapi kemauan tidak, tulisnya.
Banyak istilah yang terkait dengan topik ini, ada yang menyebutnya kemauan, ada yang menyebutnya drive, trait (sifat atau karakter), motive ada juga yang menamakannya himmah, bahkan menyebutnya need for achievement. Semua istilah tersebut menunjuk pada sesuatu yang dapat menggerakkan manusia untuk bertindak dan berkarya. Suatu yang menjadikan diri seseorang melebihi orang lain di sekelilingnya serta membedakannya. Penggunaan istilah tersebut biasanya dihubungkan dengan kekuatan atau potensi manusia yang berada dalam dirinya dalam arti tidak dihubungkan dengan akal atau intelegenia, tapi lebih kepada apa yang tersembunyi di dalam dada.
Dalam Bahasa dua wahyu (al-Qur’an dan al-Hadits) dikenal istilah qalbu. Qalbu sering diterjemahkan –kadang tidak diterjemahkan—ke dalam Bahasa Indonesia dengan sebutan hati, atau hati nurani, hati sanubari (Al-Gazali menyebut sanubari merujuk pada hati sebagai organ tubuh). Namun kata “hati” di sini tidak menunjuk kepada organ tubuh manusia sebagaimana dalam term kedokteran atau anatomi tubuh. Tepi lebih kepada karakter, emosional, moral alamiah, cinta kasih, antusias, sikap, gigih, waspada serta makna lain yang beredar dalam keseharian masyarakat di dunia ini tak terkecuali di Indonesia.
Dalam istilah al-Qur’an qalbu memiliki medan makna yang dihubungkan dengan kegiatan berpikir dan memahami, disifati dengan kata mendengar dan melihat atau sebaliknya; buta dan tuli, yang keduanya pekerjaan telinga dan mata –pernah saya bahas sedikit dalam judul Pulang.
Sangat baik digambarkan oleh Gazali dengan ilustrasinya bahwa qalbu itu kekuatan mengetahui (ilmu) yang memiliki penunjang atau pembantu antara lain organ tubuh seperti mata, telinga dan alat indra lainnya, ini dikelompokkan pada alat bantu (tentara menurut istilah Gazali) lahir, ada alat bantu batin seperti kekuatan menghafal, daya ingat, daya pikir dan termasuk alat bantu batin adalah syahwat dan gadhab (marah, tak suka, benci) juga ada hikmah, ilmu dan tafakur.
Alat bantu itu ada yang sifatnya membangkitkan; untuk mendapat kebutuhan yang dikehendaki seperti syahwat, untuk menghindari bahaya adalah ghadab. Pembangkit seperti ini disebut iradah (kemauan). Adapun penggerak kedua adalah untuk mendapatkan semua yang dikehendaki oleh iradah itu dihubungkan dengan anggota badan lainnya dinamakan qudrah (kemampuan). Terakhir adalah alat pengenal yang fungsinya untuk mengenal dan mengetahui, seperti mata, telinga dan pengindra lainnya.
Bagaimana membedakan mana kemauan sehat (akal) dan mana syahwat, caranya jika akal mengetahui akibat sesuatu tindakan dan jalan yang baik untuk mendapatkannya maka akan muncul hasrat untuk memilih kemaslahatan, memenuhi apa-apa yang dibutuhkannya serta ada kehendak/kemauan untuk mencapainya. Inilah yang dimaksud dengan kemauan. Adapun syahwat sifatnya cenderung kepada yang enak-enak, misalkan kalau sakit maunya makan yang enak-enak, tapi kemauan malah sebaliknya melarangnya. Jadi kemauan itu lahir dari hasil pemikiran bukan dari kemauan hewani atau syahwat.
Kadang orang berkemauan rendah suka bersembunyi di balik kata takdir (qada dan qadar) untuk menghibur dirinya, sedangkan orang yang berkemauan tinggi akan berusaha mewujudkan kemauannya dengan segala cara –yang baik tentunya—bahkan kadang memakan biaya yang cukup mahal. Baginya takdir adalah keberadaan dirinya di dunia ini serta seluruh elemen pergerakannya. Muhammad Iqbal membagi dua pribadi mu’min kuat dan lemah: Mu’min yang lemah disibukkan oleh qada dan qadar, sedangkat mu’min yang kuat (memandang dirinya) adalah qada dan qadar Allah di dunia.
Jadi ingat waktu masih kecil dahulu, ayah selalu menagtakan: “hirupmah kudu boga kahayang” bahasa sunda itu berarti hidup harus punya kemauan. Dan ingat bahwa kesulitan hidup itu sejalan dengan kemauan seseorang naik atau turun, (Al-Gazali). Saya tambah begitu juga kesuksesan dan kebahagiaan, Mau?
Comments are Closed