Berpuasa Yang Kreatif
Oleh: M. Tata Taufik
Puasa berasal dari bahasa Arab shaum yang secara bahasa berarti menahan sesuatu, seperti menahan berbicara, berarti tidak berbicara, menahan makan dan minum berarti tidak makan dan tidak minum.
Secara istilah syariat, shaum berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa di siang hari dengan niat yang sengaja dilakukan oleh pelakunya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Jelasnya puasa itu kegiatan menahan diri dari pemenuhan kebutuhan syahwat perut (makan dan minum, termasuk obat) serta syahwat sexual pada watu tertentu yakni dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Pelakunya adalah seorang muslim yang sehat secara akal, tidak sedang haid atau nifas. Niat maksudnya keteguhan hati untuk melaksanakan sesuatu tanpa ragu, hal itu untuk membedakan perbuatan ibadah dari perbuatan biasa yang tidak ditujukan sebagai ibadah.
Sedangkan kreatif menurut KBBI berarti memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan, bersifat (mengandung) daya cipta. Kreatif sedikitnya memiliki tiga elemen antara lain; baru (new), mewujudkan sesuatu (Bringing something into being), bernilai (value) (Bono 1992). Kreatif biasa digunakan untuk melakukan; pengembangan (improvement), penyelasian masalah(problem solving), sutau yang berharga dan kersempatan (value & opportunity), masa depan(the future), dan motivasi (motivation).
Puasa yang kreatif dapat dipahami sebagai usaha untuk memandang ibadah puasa dari berbagai sudut berdasarkan informasi sekitar puasa yang dapat dihimpun untuk melahirkan suatu yang “baru” dan upaya “mewujudkan sesuatu” yang “bernilai” lebih.
Informasi Puasa
Beberapa informasi tentang puasa bisa dihimpun dalam pernyataan berikut; puasa merupakan ketaatan kepada Allah SWT dan dapat mewujudkan ketakwaan (QS:2:183), sehingga pelakunya mendapat pahala langsung dari Allah, karena ia perbuatan untuk Allah maka pelakunya berhak mendapatkan keridaan-Nya, berhak mendapatkan surga dengan pintu khusus (rayān) serta menjauhkan pelakunya dari azab neraka, puasa juga kafarah (penebusan) dosa satu tahun, dari bulan Ramadlan ke Ramadlan berikutnya. Informasi yang dihimpun ini berkenaan dengan “hasil” atau target akhir dari tujuan berpuasa.
Adapun informasi terkait dengan “proses” misalkan pernyataan siapa saja yang melakukan puasa atas dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah (ihtisab) maka ia akan diampuni dosa-dosanya di masa silam. Riwayat lain siapa yang melaksanakan salat malam di bulan Ramadan karena dasar iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosanya di masa lalu. Dalam hadis lain disebutkan: Jika datang bulan Ramadlan, pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, serta setan diikat. Hadits dari Abi Hurairah ini diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim. Apabila kalian di hari puasa kalian janganlah berkata keji dan mengumpat, apabila ada yang mencela kalian atau memerangi kalian, maka katakan aku sedang berpuasa (Mutafaq Alaih). Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan malah melakukannya, maka Allah tidak butuh dia untuk meninggalkan makan dan minumnya (Riwayat Bukhori).
Informasi ini kalau diorganisir secara sistematik (Self organizing Information System) akan menjadi dasar dari kreativitas.
Berangkat dari ayat Q.S 2:183 Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Ayat ini secara spesifik dapat menuntun pada persepsi tentang takwa serta konsep takwa. Apa yang didengar, dilihat, atau bahkan dirasakan tentang takwa akan ditafsirkan dan diorganisir satu sama lain. Dari berbagai informasi yang didapat, takwa bisa dipandang sebagai tujuan, pencapaian tertinggi dari kualitas hidup, bisa juga rentetan tingkah laku, rentetan emosi, usaha, perjuangan, keterikatan dengan aturan, sesuatu yang sulit dicapai atau sebaliknya, sekumpulan sifat-sifat dan karakter dan lain sebagainya. Konsep takwa yang sering terdengar dalam berbagai khutbah Jum’at: Takwa dalam arti yang sebenarnya dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Kemudian secara lebih luas bisa menghadirkan berbagai kemungkinan dan apa yang bisa terjadi yang bersumber dari informasi tersebut. Berbagai persepsi serta konsep takwa bisa saja melahirkan suatu program atau katakanlah disiplin pribadi (self-discipline) yang direkayasa secara pribadi berorientasi pada tujuan dan nilai lebih dari pelaksanaan puasa.
Puasa yang kreatif
Pengalaman berpuasa dari tahun ke tahun yang dialami setiap orang pasti berbeda, apa lagi jika puasa itu diperhatikan secara seksama berdasarkan pada tingkatan usia dan tingkatan pengetahuan pelakunya. Perbedaan tersebut bisa terletak pada cara pandang, kualitas, tata cara dan sikap saat berpuasa, termasuk di dalamnya penciptaan tradisi dalam melaksanakan puasa.
Berbagai pengalaman tersebut adalah sumber kreativitas yang bisa menjadikan puasa berikutnya menjadi lebih kreatif. Kreatif di sini bisa berupa pemaknaan, penentuan target capaian, pola (pattern) dalam pelaksanaan, konsep masa depan, penyelesaian masalah –boleh jadi individual—dan motivasi.
Contoh kreatif yang aktual ketika kelompok anak muda millennial belakangan ini saat Ramadan tiba memiliki ide baru untuk membuat kegiatan mereka menyebutnya sahur on the road (SOTR) sebuah ide kreatif yang muncul tahun 2000an. Konsepnya mereka menyelusuri jalanan kota pada waktu sahur untuk berbagi dengan kelompok kurang mampu dengan memberikan makanan untuk santap sahur, sambil mereka juga melakukan santap sahur di jalanan. Tujuannya untuk menggapai keberkahan bulan Ramadan dengan memperbanyak berbagi dan bersedekah (https://www.idntimes.com).
Dengan pendekatan creative thinking SOTR bisa dilihat sebagai ide kreatif yang muncul atas penggabungan persepsi tentang puasa; puasa, sahur, berbagi, berkah, fakir miskin, di jalanan, yang dirajut menjadi sebuah program atau kegiatan didukung dengan medness (kegilaan) berkendara secara konvoi, dan kesempatan serta pengalaman yang menjadi dasar kreativitas. Contoh puasa kreatif dari kaum millennial ini bisa muncul karena adanya fokus perhatian pada satu titik elemen puasa yaitu sahur, kemudian dikembangkan dengan konsep puasa yang lain, semangat berbagi dan berkah. Ide ini muncul karena ada “waktu luang” untuk memikirkan berbagai tawaran kegiatan yang ada dalam benak masing-masing individu, Selanjutnya ada usaha keras untuk mewujudkannya.
Walaupun SOTR itu suatu ide positif –kini dilarang oleh aparat, sejalan dengan perjalanan waktu bisa berubah menjadi suatu yang dianggap meresahkan ketika pada praktiknya –ada semacam penyimpangan konsep– menjadi ajang balapan dan berakhir dengan tawuran. Penyimpangan konsep suatu hal yang lumrah dan bisa terjadi dalam kegiatan apa pun baik yang formal maupun tidak formal. Untuk itu bisa dilanjut dengan berpikir kreatif berikutnya; penyelesaian masalah. Permasalahan yang muncul akibat kegiatan SOTR oleh para penggagasnya diinventarisasi, kemudian dijadikan titik awal dari ide kreatif berikutnya misalkan mengganti pola SOTR dengan pola lain, katakanlah menyediakan posko sahur dengan menyediakan makanan santap sahur bagi kelompok yang membutuhkannya. Bisa juga dengan kembali ke mesjid dan menghidupkan mesjid di waktu sahur dengan konsep berbagi yang sama.
Berpuasa dengan menyertakan berpikir kreatif bisa dilakukan orang per orang –ini yang sangat diharapkan– pelaku puasa. Si A berpuasa bisa saja berkreasi dengan menjadikan improvement sebagai fokus perhatiannya, menghimpun informasi dan mengevaluasi aktivitas puasanya pada Ramadan lalu, kemudian memikirkan sisi pengembangan apa yang akan dicapai pada Ramadan tahun ini. Katakanlah A memilih pengembangan karakter mulia sebagai objek pengembangan, maka ia akan berusaha untuk menghimpun informasi tentang akhlak mulia, terutama yang sangat ditekankan bagi pelaku puasa. Dari situ ia akan sampai pada pilihan konsep bahwa puasa adalah pendidikan karakter (akhlak karimah).
Setelah pemilihan objek dan konsep dari puasanya tadi, ia akan mengerahkan segala usahanya untuk mewujudkan apa yang diidamkan dalam pikirannya menjadi kenyataan, ia akan menyusun pola baru puasanya; dengan meninggalkan perkataan keji, mengumpat, serta berdusta, dan menggantinya dengan pola baru, misalnya dengan berusaha sekuat tenaga untuk jujur, amanah dan mewujudkan perilaku yang sesuai dengan kaidah akhlak mulia. Pada waktu yang bersamaan ia akan menggali motivasi dari dalam dirinya untuk membangkitkan sifat-sifat terpuji seperti: perjuangan jiwa, menghadapi berbagai keinginan negatif dan godaan setan. Membiasakan diri untuk sabar, sabar dalam menjauhi larangan, sabar dalam menghadapi tantangan yang muncul karena puasa, serta memiliki rasa diawasi oleh Allah SWT (muraqabatullah) yang berfungsi sebagai kekuatan kontrol bagi tingkah lakunya.
Dari segi motivasi kreativitas puasa bisa diarahkan pada penguatan kemauan (drive atau iradah dan aziimah) yang ada pada diri seseorang, juga mengajarkan kesabaran, membantu membersihkan pikiran, memberi ilham pemikiran yang baik, karena perut yang penuh dengan makanan bisa menidurkan pikiran dan menyebabkan kemalasan dalam beribadah.
Berikut ini beberapa kerangka konseptual yang dibangun atas persepsi berbasis informasi tentang puasa: Jika fokus perhatian pada kesehatan, maka konsep puasa secara nyata memperbaharui kehidupan manusia, dengan mengosongkan perut, mengistirahatkan alat pencernaan dan mengurangi beban makanan serta sisa-sisa makanan yang menumpuk secara reguler minimal sebulan dalam setiap tahunnya. Nabi SAW bersabda: “Berpuasalah niscaya kamu akan sehat.”
Lain halnya dengan fokus perhatian pada proses perjuangan, maka puasa bisa dilihat sebagai arena perjuangan melawan nafsu (keinginan liar), membiasakan jiwa untuk keluar dari hal-hal yang mengakibatkan perbuatan dosa, melumatkan keinginan-keinginan syahwat dan mengarahkan keinginan tersebut sesuai dengan kehendak dan aturan Allah SWT.
Bila persepsi dan konsep mengarah pada ketenangan, cinta kasih terhadap sesama maka puasa dapat dipandang sebagai upaya untuk menenangkan jiwa amarah, dapat menimbulkan rasa kasih sayang terhadap fakir miskin, yang bisa melahirkan ide turunannya seperti kehendak dan semangat untuk berbagi, dan kehendak lainnya.
Terakhir jika fokus perhatian pada musim (masa ketika kegiatan banyak terjadi) secara global bulan Ramadan dapat dipandang sebagai “musim ibadah” dengan puasa sebagai poros utamanya. Sama halnya dengan waktu tertentu dipandang sebagai musim pertandingan atau liga oleh masyarakat sepak bola. Maka penjelasan tentang Ramadlan juga dikembangkan istilah musim, musim amal kebaikan, musim ibadah dan musim menuai pahala dan musim banyaknya kesempatan untuk diterima/dikabulkan doa. Sebagai mana haji juga merupakan musim tersendiri.
Beberapa kerangka konseptual di atas bisa dikembangkan dengan ide-ide kreatif yang mandiri oleh pelaku puasa baik dari segi metode pewujudannya, pola kebiasaan yang akan dibangun, bentuk kegiatan yang dipilih, serta perubahan (change) yang akan dilakukan.
Melalui cara berpikir seperti ini diharapkan puasa bisa lebih kreatif dan bernilai, bukan sekedar kegiatan rutin yang dijalankan ala kadarnya tanpa perencanaan yang serius.
Kuningan, Minggu, 11 April 2021
Comments are Closed