Katakan Alhamdulillah seri 1
Perintah untuk menyatakan alhamdulillah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak enam kali. Secara urutan susunan surat pertama disebutkan dalam surat Al-Isra ayat 111. Kemudian surat Al-Mu’minun ayat 28, An-Naml ayat 59 dan ayat 93, lalu pada surat Al-Ankabut ayat 63 dan berikutnya surat Luqman ayat 25. Semuanya dalam konteks yang berbeda.
Pertama surat Al-Isra ayat 111. Pada ayat ini konteksnya setelah Allah SWT menjelaskan sifat-sifat Allah atau panggilan terhadap Allah yang disebut al-asmâ’ al-husnâ, maka diperintahkan untuk mengucapkan alhamdulillah untuk menetapkan bahwa Allah SWT itu satu dan memiliki nama-nama lain yang bisa disebut saat berdu’a dan sama sekali jauh dari segala sifat tercela bagi-Nya.
Ceritanya tradisi kaum kafir Quraisy pada masa itu tabu untuk menyeru Tuhan dengan sebutan Ar-Rahmān. Kemudian di antara mereka ada yang mendengar bahwa Nabi saat sujud menyebut kata ya Rahmān ya Rahīm, kemudian orang kafir itu berkomentar, dia mengaku menyeru kepada yang Satu, padahal dia menyeru (berdu’a) kepada yang dua, maka Allah menurunkan ayat ini yakni al-Isra ayat 110 yang menjelaskan tentang Al-asmâ’ al-husnâ. Menyeru dengan nama Allah atau Ar-Rahmān atau nama-nama liannya tidak ada bedanya, serta tidak berarti menduakan Allah atau musyrik demikian seperti diriwayatkan Makhūl dan Ibnu Abās yang keduanya diriwayatkan Jarīr sebagaimana dikutip Ibnu Katsir.
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا الإسراء: ١١٠
Katakanlah kepada orang-orang musyrik itu, “Serulah Tuhanmu dengan nama ‘Allâh’ atau ‘al-Rahmân’. Dengan nama mana saja kalian menyeru-Nya adalah baik, karena Dia mempunyai al-asmâ’ al-husnâ (nama- nama terindah). Apabila kamu membaca al- Qur’ân di dalam salatmu, janganlah terlalu meninggikan suara agar tidak terdengar oleh orang-orang musyrik lalu mereka menghina dan menyiksamu. Jangan pula terlalu merendahkan suara hingga tidak terdengar oleh orang-orang mukmin. Bacalah dengan suara sedang.
Setelah ayat itu kemudian ditegaskan dengan ayat berikutnya yakni dengan perintah untuk mengatakan Alhamdulillah:
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا الإسراء: ١١١
Katakanlah, “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak, yang tidak mempunyai sekutu dalam kekuasaan-Nya, dan yang tidak mempunyai penolong yang memberi- Nya kemuliaan dan menjaga-Nya dari kehinaan.” Dan agungkanlah Tuhanmu sesuai dengan keagungan-Nya Katakanlah, dan agungkanlah Tuhanmu sesuai dengan keagungan-Nya.
Ibnu Katsir:
Setelah Allah SWT menjelaskan sifat-sifat-Nya yang mulia kemudian menegaskan bahwa Allah terhindar dari sifat-sifat kekurangan dengan firmannya seperti pada ayat di atas, katakanlah alhamdulillah segala puji bagi Allah yang tidak membutuhkan anak, bahkan Allah itu tempat bergantungnya segala sesuatu, tidak memiliki anak atau dilahirkan, dan tidak ada sekutu bagi-Nya (surat al-Ikhlas), Allah tidaklah hina atau lemah sehingga memerlukan penolong seperti memiliki menteri atau pembantu atau penasihat dalam menjalankan kerajaan-Nya. Karena Dia lah yang menciptakan segala sesuatu, mengatur dan menentukannya dengan kehendak-Nya sendiri, tak ada yang menyertainya.
Menurut Mujahid, وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ maksudnya tidak ada yang menyertai-Nya dan tidak membutuhkan bantuan dari seseorang.
Maka bertakbirlah, agungkanlah dan tinggikanlah derajat-Nya dari yang dikatakan orang-orang dzalim
Berkenaan dengan ayat ini Ibnu Jarīr mengatakan dari Yunus bahwa ia diberi tahu oleh Ibnu Wahab, aku diberi tahu oleh Abu Shahr dari al-Qardi yang mengatakan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: Allah memiliki anak, kemudian orang-orang Arab menyambutnya, serta mengatakan, tidak ada sekutu bagi engkau kecuali sekutu yang memang engkau miliki, engkau memilikinya dan dia tidak dimilikinya. Sedangkan kaum Shabi’in dan Majusi mengatakan: kalau tidak karena para pembantunya Allah itu pasti lemah, maka turunlah ayat tersebut.
Ayat ini juga sebagaimana disebut dalam hadis Rasulullah SAW sebagai ayat kemuliaan dan keagungan.
Jalalain:
Dan katakanlah alhamudulillah, segala puji bagi Allah yang tidak memiliki anak dan yang tidak memiliki sekutu dalam yang berhak disembah (uluhiyah) dan tidak memiliki penolong yang menolong-Nya karena kelemahan atau pun lemah sehingga membutuhkan penolong. Dan bertakbirlah; agungkanlah dengan keagungan yang sempurna, keagungan yang menjauhkan-Nya dari sifat kekurangan seperti memiliki anak yang menyertai-Nya untuk disembah, keagungan yang menjauhkan-Nya dari sifat hina serta sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya. Kata pujian (الْحَمْد) yang diikuti dengan pernyataan “tidak memiliki anak, tidak memiliki teman dalam kekuasaan-Nya dan tidak hina tersebut” untuk menunjukkan bahwa Dia Allah yang berak atas segala pujian karena kesempurnaan Dzatnya, karena satu-satunya yang memiliki sifat tersebut.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya hadis dari Mua dal-Juhani dari Rasulullah SAW bahwa ayat al-Izi (kemuliaan) adalah:
الْحَمْد لله الذي لم يتخذ ولدا ولم يكن لَهُ شَرِيك فِي الْمُلْك
As-Sa’di:
Dan katakanlah alhamdulillah bagi-Nya segala kesempurnaan, pujian dan sanjungan yang membersihkan dari segala sifat kekurangan. Allah yang tidak memiliki anak, dan tidak ada yang menemaninya dalam mengatur kerajaan-Nya. Karena semua kerajaan adalah milik Allah, yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Semua jagat raya baik yang di atas maupun yang di bawah adalah hamba Allah dan tidak ada seorang pun yang menguasai selain Dia.
Serta tidak seorang makhluk pun yang dimintai bantuan atau pertolongan dalam mengaturnya karena Allah maha kaya dan terpuji, tidak membutuhkan sesuatu dari makhluk-Nya baik yang ada di Bumi maupun di Langit. Jika ada yang diberi kekuasaan di Bumi itu karena Rahmat dan Kebaikan-Nya, sebagaimana firman Allah:
الله ولي الذين آمنوا يخرجهم من الظلمات إلى النور
Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Maka dari itu bertakbirlah untuk mengagungkan dan meninggikan derajat-Nya dengan memberi kabar tentang sifat-sifatnya yang Agung, dengan memuji-Nya, dengan kabar tentang al-asmâ’ al-husnâ, dengan memuliakan seluruh perbuatan-Nya yang suci, serta dengan mengagungkan-Nya melalui peribadahan yang ikhlas hanya tertuju kepada-Nya, serta tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun juga.
Jadi perintah mengucapkan hamdalah di sini suatu ungkapan pujian terhadap Allah dalam rangka menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan seperti memiliki anak, ada yang menemani dalam memerintah kerajaan-Nya, karena kelemahannya sehingga harus memiliki menteri atau wali atau penasihat. Maka bertakbirlah, agungkanlah dan tinggikanlah derajat-Nya dari yang dikatakan orang-orang dzalim.
Comments are Closed