Generation X, Y, dan Z
Sedikit-sedikit terdengar di telinga ungkapan “generasi millennial” ungkapan ini entah menunjuk ke siapa? Kurang jelas juga pembatasannya, mungkin bahkan yang mengungkapkan juga sama tidak jelasnya ke mana arah dan tujuannya. Penyebutan itu begitu saja tersebar dengan indra pendengaran yang langsung dikopi untuk penggunaan berikutnya.
Dalam beberapa kamus disebutkan bahwa generasi millennial, disebut juga Genetarion Y adalah mereka yang lahir pada rentangan 1980-2000. Sedangkan Generation Z adalah mereka yang lahir antara 1990 dan awal 2000 (Dictionary.com 2020). Tepatnya sekitar tahun 1995-2009 demikian menurut (Urbandictionary.com 2020). Adapun generasi sebelumnya yang lahir tahun 1966-1980an disebut Generation X, sebenarnya ini awal penamaan generasi dengan menggunakan alfabet. Asal mulanya karena pada saat mereka berusia muda muncul sebuah novel yang ditulis Douglas Coupland berjudul Generation X pada tahun 1991. Sedangkan generasi yang lahir sekitar tahun 1944-1965 dinamakan Generasi Baby Boomer, karena pada saat itu banyak kelahiran bayi setelah usai Perang Dunia II (Dictionary.com 2020).
Mengenal generasi X sekitar usia 50 tahunan sekarang mereka mengalami beberapa hal seperti arus pemikiran yang beredar pada tahun 80an, mengalami kelahiran telepon seluler generasi awal yang hanya bisa telepon, pager sebuah alat komunikasi yang hanya bisa menerima pesan satu arah, dan SMS yang merupakan pemaduan teknologi pager dan telepon seluler dari sudut teknologi komunikasi. Adapun media masa mereka akrab dengan media masa tradisional, seperti radio, TV, koran, majalah dan buku. Generasi ini pun pada tahun 1997an sebagian kecil sudah terkoneksi ke internet—walaupun dengan koneksi lambat—mengenal ebook dan e-mail. Sehingga pada saat sekarang mereka sudah bisa mengikuti perkmebangan sarana komunikasi yang update.
Pengetahuan yang mereka miliki juga masih akrab dengan pengetahuan abad 19 dan 20. Untuk kasus Indonesia saat maraknya buku-buku terjemahan dengan bermunculan penerbit-penerbit baru dengan corak dan ragamnya. Pengetahuan komputer bagi generasi ini sangat awal sekali, mereka pada usia mudanya mengenal komputer dengan sistem DOS, dan mulai maraknya bisnis kursus komputer serta rental komputer, dengan media penyimpanan masih berupa cd atau floppy disk, lalu hard disk dan mulai berkembang sistem windows versi awal. Keuntungannya generasi ini merasakan juga apa yang dirasakan generasi berikutnya.
Generasi Y (Millennial) sebagai generasi lanjutan dari X, lain lagi ceritanya mereka terlahir saat teknologi komunikasi sudah mulai berkembang, bayar kuliah sudah pakai ATM, komputer sudah menjadi kebutuhan bagi kalangan terpelajar saat itu. Dan ini dia, game sudah makin marak dengan berbagai variant. Tempat main bukan di lapangan terbuka –kecuali yang suka olahraga—tapi di warnet dan rental PS. Referensi tidak saja berkutat pada buku dan jurnal, tapi sudah merambah kepada buku-buku elektronik. Telepon seluler sudah menjadi semacam kebutuhan individu, istilah SMS mereka sudah kenal sejak kecil masa SD, walau penggunaan smart phone belum masif.
Istilah millennial menjadi populer saat itu karena waktu masa pergantian digit dari satu nol ke 2 nol yang sangat heboh dalam pemberitaan, berbagai informasi menawarkan 2 key ready adalah ciri utamanya. Generasi ini menyongsong kelahiran berbagai jejaring sosial yang lahir pada tahun 2004an, dimulai dari FB,BBM, dan lainnya jadi ketika mereka usia belia sudah mengenal berbagai layanan jejaring sosial. Usia mereka sekarang sekitar 20-40 tahunan.
Generasi Z adalah mereka yang lahir pada era teknologi, dengan budaya yang bersifat global, tidak ada jarak antara satu sama lain di seluruh dunia. Kalau dua generasi sebelumnya (X dan Y) menjalani proses globalisasi, maka generasi Z adalah produk dari budaya global. Sejak balita mereka sudah mahir menggunakan smart phone dan piawai dalam bermain game. Sekarang usia mereka rata-rata belasan tahun dan paling tinggi sekitar sekitar 25 tahunan. Abad 20 hanya diketahui secara samar-samar, tidak paham kenaikan standar hidup yang mejadi tinggi, dihiasi dengan paparan komputer dan internet, serta hidup dalam kondisi menurunnya berbagai nilai moral dan nilai tradisional.
Generasi ini menghadapi tantangan nilai yang sangat besar, sebab mereka lahir dari atau hidup bersama generasi Y yang sudah mulai mengglobal dengan budaya global juga tentunya. Celaka lagi jika generasi sebelumnya menginabobokan mereka tidak lagi dengan dongengan dan cerita, melainkan memberikan perangkat elektronik sebagai “pengasuh” yang menemaninya. Beberapa kasus yang ditemui penulis menunjukkan bahwa usia belasan bersikap anti sosial, murung jika berada di luar ruangan dan tidak bisa beradaptasi dengan temannya, senang menyendiri, dan ini yang membahayakan, tangannya selalu bergerak-gerak seakan dia sedang bermain game di perangkatnya, enggan masuk kelas di sekolah dan pemalu.
Generasi ini pun menjadi sasaran empuk bagi para penyedia layanan game termasuk game online, tindakan tidak produktif di satu sisi menjadi ciri khas generasi ini, di sisi lain tindakan produktifnya juga sangat memukau ketika perangkat elektronik menjadi profesi yang terarah. Kehidupan generasi ini sangat bersifat elektronik, masa mereka hidup uang, dompet, belanja, tiket semuanya elektronik. Dengan berbagai fasilitas yang serba jarak jauh, belajar jarak jauh, jajan jarak jauh, seminar jarak jauh, pengajian jarak jauh, ngobrol dengan orang tua atau sesama bermedia juga. Ciri utamanya tangan selalu mata memandang gaget dan tangan menari-nari di atasnya, sesekali terbahak-bahak, bahkan saat nyetir sepeda motor pun sesekali mengeluarkan perangkatnya seraya menulis atau membaca. Padahal ada beda kekuatan pesan bermedia dengan pesan langsung berhadapan.
Kondisi setiap generasi membutuhkan aturan moral yang disepakati, tampaknya untuk generasi Y dan Z harus tetap mendapat panduan dari generasi X terutama berkenaan dengan penggunaan teknologi komunikasi. Mulai dari durasi waktu hingga penjadwalan waktu sudah harus mulai ditata. Saat ini generasi X berada pada posisi pengambil kebijakan, perancang dan pengeksekusi kegiatan, dan di keluarga pada posisi kakek dan nenek. Media literacy dan emotional literacy harus sudah disosialisasi.
Comments are Closed