media berbagi dan silaturahmi

Sikap: Gaya Berjalan & Menyikapi Hinaan

Print Friendly, PDF & Email

Al-Furqan: 63

وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا

Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam,”

Ibnu Katsir:

Ini adalah sifat orang beriman yang jika berjalan di muka bumi dengan tenang dan berwibawa tanpa disertai dengan kecongkakan dan kesombongan, sebagaimana disebutkan dalam al-Qu’an surat al-Isra: 37

وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا

Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.

Orang mu’min itu berjalan dengan tidak sombong, tidak angkuh dan congkak, tapi tidak berarti mereka berjalan sebagaimana jalannya orang sakit, berjalan dibuat-buat dengan sikap riya. Para ulama salaf tidak menyukai orang yang berjalan dibuat-buat seakan-akan dia sakit. Diriwayatkan bahwa suatu saat Umar Ibnu Khatab  ra melihat seorang pemuda berjalan  dengan perlahan (gontai) lalu Umar bertanya: Kenapa kamu? Sakit? Pemuda itu menjawab: Tidak,  wahai Amiril mu’minin. Maka Umar menyuruhnya untuk berjalan dengan semangat (kuat). Jadi yang dimaksud dengan هَوْنًا di sini adalah dengan tenang dan tetap berwibawa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

إذا أتيتم الصلاة فلا تأتوها وأنتم تسعون, وأتوها وعليكم  السكينة,  فما أدركتم فصلوا, وما فاتكم فأتموا.

Jika kamu hendak shalat (berjamaah) janganlah kamu terlalu  bersemangat sehingga  berjalan tergesa-gesa,  tapi berjalanlah dengan tenang, jika kamu masih kebagian untuk berjamaah maka shalatlah, jika terlewat maka sempurnakanlah.

وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا

Maksudnya jika mereka dihinakan serta diejek oleh orang-orang bodoh, mereka tidak menanggapinya dengan hal serupa, namun mereka menerimanya dengan maaf dan menghindarinya (tidak melayaninya) serta mereka hanya berbicara yang baik-baik saja.  Sebagaimana Rasulullah SAW saat menerima kerasnya cemoohan orang-orang bodoh justru menambah kelembutan beliau dalam menghadapinya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Qasas:55.

وَاِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ اَعْرَضُوْا عَنْهُ وَقَالُوْا لَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْ سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ ۖ لَا نَبْتَغِى الْجٰهِلِيْنَ

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.”

Imam Ahmad meriwayatkan hadis Na’man bahwa Rasululah SAW bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: وسب رجل رجلا عنده، قال: فجعل الرجل المسبوب يقول: عليك السلام. قال : فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” أما  إن ملكا بينكما يذب عنك ، كلما شتمك هذا قال له : بل أنت وأنت أحق به . وإذا قال له: عليك السلام، قال: لا بل عليك، وأنت أحق به. “

Na’man meriwayatkan bahwa Rasululah SAW bersabda: Seorang menghina seseorang yang sedang bersamanya, lalu orang yang dihina berkata: salam bagi kamu, kemudian Rasulullah SAW bersabda: “sedangkan malaikat yang ada bersama kalian berdua berkomentar –setiap orang itu menghinamu–  bahkan kamu dan kamu lebih berhak untuk itu. Jika orang yang dihina itu menjawabnya dengan ucapan: salam bagi kamu, malaikat berkomentar, tidak, justru kamu lah yang berhak untuk mendapatkan keselamatan.

Menurut Mujahid, قَالُوْا سَلٰمًا artinya, berkata dengan perkataan yang lurus dan benar. Dan menurut Said Ibnu Jubair: Menjawabnya dengan perkataan yang baik. Dan menurut Hasan Al-Bashri, mereka berlaku lemah lembut tidak bertindak bodoh dengan membalas penghinaannya, walaupun mereka dihina mereka tetap lemah lembut.

Jalalain:

Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah itu, yakni hamba-hamba-Nya yang baik. Yaiyu orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan tenang, dan apabila orang-orang jahil –menyapa mereka—mengajak mereka dengan berbicara mengenai hal-hal yang tidak patut, mereka menjawabnya dengan kata-kata salam, yakni perkataan yang menghindarkan diri mereka dari dosa.

As-Sa’di:

Penghambaan (Ubudiyah) itu ada dua macam: Penghambaan (kepatuhan) atas dasar bahwa Allah sang pencipta dan pemelihara seluruh alam (rububiyah) ini berlaku bagi semua makhluk, baik yang mu’min atau yang kafir, orang baik maupun orang durhaka, semuanya menghamba (tunduk terhadap hukum dan aturan Allah) kepada Allah, mereka diatur dan dipelihara oleh Allah. Firman Allah dalam surat Maryam: 93.

اِنْ كُلُّ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ اِلَّآ اٰتِى الرَّحْمٰنِ عَبْدًا ۗ

Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang kepada (Allah) Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba.

Penghambaan dalam bentuk Uluhiyah dan Ibadah (ketundukan dan kepatuhan kepada Allah sebagai bentuk pengakuan atas Keagungan-Nya dengan niat dan tata cara tertentu). Sebagaimana penghambaan kepada Allah yang dilakukan oleh para nabi dan para wali. Makanya diikuti dengan salah satu nama Allah الرَّحْمٰنِ (ar-Rahman) hal ini menunjukkan bahwa mereka bisa sampai kepada kondisi tersebut karena kasih sayang Allah SWT.

Maka dari situ disebutkan bahwa sifat-sifat mereka paling sempurna, kemudian digambarkan bahwa mereka berjalan di muka bumi dengan tenang dan rendah hati terhadap Allah juga terhadap makhluk-Nya; sifat santun, tenang dan tawadu baik terhadap Allah maupun terhadap Mahluk-Nya. Ditambah lagi dengan sifat berikutnya, jika orang jahil berbicara kepada mereka dengan perkataan yang menunjukkan kebodohannya,  mereka menjawabnya dengan perkataan yang membebaskan dirinya dari dosa, serta menghindari untuk melayani pembicaraan orang jahil yang dilakukan karena kebodohannya itu. Ini merupakan pujian atas tindakan mereka; menjawab dengan kesopanan dan lemah lembut, menanggapi hinaan dengan kebaikan, memaafkan terhadap orang bodoh serta kelembutan pikiran yang bisa menjadikan mereka dapat bertindak seperti itu.

Pelajaran:

  1. Ayat ini memberikan pelajaran sifat-sifat mulia yang harus dimiliki oleh seorang mu’min, terutama berkaitan dengan etiket berjalan dan berkomunikasi antar personal.
  2. Etiket berjalan; berjalanlah dengan tenang, dan tidak menunjukkan sikap sombong serta angkuh.
  3. Etiket Komunikasi: Jangan membalas perlakuan buruk dengan perlakuan serupa. Jika mendapat penghinaan, jawab dengan kata-kata yang baik, lalu pergi/hindari, “kata salam alaik” dalam konteks ini berarti menghindari komunikasi agar tidak berlanjut.
  4. Tidak menanggapi pembicaraan orang yang mengandung penghinaan baik terhadap pribadi maupun terhadap keyakinan agama kita. Karena hal itu menunjukkan kebodohan kita, buang-buang waktu untuk hal yang tidak berguna.
  5. Bisa juga dikaitkan dengan kehidupan dunia maya seperti menanggapi pernyataan kelompok murtad dan para buzzer serta status-status media sosial yang tidak memiliki nilai positif.     

Comments are Closed