Kepala Sekolah Yang Wirausahawan
M. Tata Taufik
Judul di atas tidak bermaksud menciptakan kepala sekolah yang berwirausaha disekolahnya, atau kepala sekolah yang pengusaha, sehingga mengubah sekolah menjadi pasar. Dalam berbagai diskusi membahas kompetensi wirausaha bagi kepala sekolah, tujuannya lebih mengarah kepada mental;[1] untuk mencapai kemajuan bagi sekolah yang dipimpinnya kepala sekolah harus memiliki mental kewirausahaan. Ini merupakan hasil analisis dari kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh sekolah-sekolah swasta yang maju, ternyata setelah diamati rahasianya terletak pada kompetensi kewirausahaan, untuk itulah maka wirausaha menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah. Tulisan ini akan mengubah paradigma kerja Anda, kemampuan Anda yang luar biasa telah Anda miliki dan didedikasikan untuk kemajuan sekolah Anda akan dapat lebih Anda kenal, kategorisasi berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini akan mempermudah Anda untuk menjadi kepala sekolah yang berprestasi.
Latar Belakang
Banyak usaha yang dilakukan dalam bidang pendidikan secara nasional untuk memajukan pendidikan termasuk upaya untuk memajukan sekolah. Perubahan kurikulum pada tahun 2006 dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebetulnya merupakan lompatan bagus dari kurikulum sebelumnya. Salah satu perubahan yang menonjol pada KTSP dibanding dengan kurikulum sebelumnya adalah KTSP bersifat desentralistik. Artinya, segala tata aturan yang dicantumkan dalam kurikulum, yang sebelumnya dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah pusat, dalam KTSP sebagian tata aturan dalam kurikulum diserahkan untuk dikembangkan dan diputuskan oleh pihak di daerah atau sekolah. Dengan catatan bahwa pengembangan kurikulum harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Ketetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur, dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. (Wikipedia, Kontributor, 2022).
Kemudian pada tahun 2013 dikembangkan lagi dengan apa yang disebut Kurikulum 2013 dengan penekanan pada aspek Pengetahuan (Apa), Keterampilan (Bagaimana) dan Sikap (Mengapa). Standar Kompetensi Lulusan dirumuskan berdasarkan kebutuhan, bukan berdasarkan Standar Isi. Tujuannya memproduksi lulusan yang produktif, kreatif, inovatif, serta memiliki sikap (afektif) yang terintegrasi. (Kemendikbud, 2014). Berbagai perubahan tersebut pada dasarnya bertujuan baik dan secara konseptual memang dapat dinilai baik. Hanya saja lagi-lagi persoalannya terletak pada implementasi. Implementasi terutama pada tingkat bawah; pemahaman yang berbeda, kebijakan yang berbeda, serta pengalaman yang juga berbeda, terutama dari sisi pelaksana di tingkat satuan pendidikan. Kebiasaan mengajar dengan cara lama, kemampuan menyusun kurikulum dan silabus, keterbatasan informasi serta terikat dengan tradisi yang sudah lama mengakar menjadikan perbaikan dari sisi kurikulum selalu terhambat.
Konsep merdeka belajar yang juga disebut sebagai usaha perbaikan guna menerapkan kurikulum itu juga akan bermuara pada pelaksanaan tingkat satuan pendidikan, sebut saja kepala sekolah dan guru serta pengawas. Perubahan paradigma yang berpusat pada ekosistem yang ingin dikembangkan; sekolah bukan lagi sebagai tugas tapi dipandang sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi siswa, pimpinan memberikan layanan bukan pengatur, kolaborasi antara pemangku kepentingan secara terbuka, SDM didedikasikan untuk pendidikan dasar dan menengah, keterlibatan pemerintah daerah, perbaikan infrastuktur dan manajemen serta peningkatan keterlibatan orang tua dan komunitas pendidikan. (Kemedikbud, 2020)
Pada sisi guru juga ada perubahan paradigmatik; Guru sebagai pemilik dan pembuat kurikulum, sebagai fasilitator, memiliki kompetensi dan tujuannya diarahkan sebagai penentu kualitas pengajaran, pelatihan guru berdasarkan praktik serta penilaian kinerja dinilai secara holistik. Kesiapan untuk berubah ini yang kemudian harus menjadi perhatian utama yang disadari semua pihak. Kalau kurikulum dan silabus semuanya dibuat oleh guru, sebetulnya pendidikan harus lebih maju karena guru lebih tahu, kemudian lebih bernuansa hati, ada hati yang berperan dalam mengajar, daripada kita menjalankan yang sudah dipatok oleh kementerian atau pihak pusat, yang terkadang bisa diartikan sebagai “tugas” bukan sebai keterpanggilan.
Karena guru berperan aktif tidak saja dalam menyiapkan Rencana Pembelajaran (lesson plan) tapi juga dalam merancang kurikulum dan silabus, maju atau tidak majunya pendidikan dalam hal ini capaian siswa, guru sendiri bertanggungjawab, maka kepala sekolah perannya sangat dibutuhkan dalam –tugas pokoknya– pembinaan guru. Dalam hal ini “mental kewirausahaan” kepala sekolah akan sangat membantu dalam menjalankan tugas tersebut, terlebih lagi jika kepala sekolah bisa mentransfer “mental” tersebut kepada para guru di lingkungan kerjanya.
Guru, Kepala Sekolah dan Kewirausahaan
Guru itu orang yang profesinya mengajar, dalam kamus disebutkan bahwa guru di antara artinya adalah religious leader,[2] jadi pada dasarnya semua manusia sejak zaman purba itu memang belajar kepada pemimpin keagamaannya maka mulialah guru karena dia mendapat posisi seperti itu. Sedangkan kepala sekolah ialah guru yang memimpin suatu sekolah atau kalau dahulu disebutnya guru kepala.
Wirausaha terdiri dari dua suku kata, wira artinya pahlawan, berani, perwira, usaha berarti kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud; perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya upaya mencapai maksud. Dalam bahasa Inggris entrepreneur: a person who make money by starting or running businesses, especially when this involves taking financial risks. To make a commitment to do something. Pengusaha: seseorang yang menghasilkan uang dengan memulai atau menjalankan bisnis, terutama ketika ini melibatkan mengambil risiko keuangan. Berarti juga membuat komitmen untuk melakukan sesuatu.
Berdasarkan pada pengertian bahasa tadi wirausaha bisa didefinisikan tindakan pahlawan yang gagah berani dengan mengerahkan segala tenaga dan pikiran untuk melaksanakan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu.
Jika dihubungkan dengan kepala sekolah, bahwa kepala sekolah yang wirausahawan bisa didefinisikan sebagai guru yang memimpin suatu sekolah yang pemberani pahlawan gagah dan berani mengambil resiko, mengerahkan tenaga dan pikiran prakarsa ikhtiar dan perbuatan serta daya upaya untuk mencapai suatu maksud. Hal ini sangat berhubungan dengan mentalitas, sikap dan cara berpikir seseorang.
Kompetensi kepala sekolah sebagaimana yang disyaratkan semuanya bertujuan untuk kemajuan sekolah yang dipimpinnya. Kompetensi kewirausahaan sengaja ditambahkan kepada empat kompetensi lainnya tiada lain bertujuan untuk menggerakkan empat kompetensi tersebut. Kompetensi supervisi, manajerial kepribadian dan sosial tidak akan berjalan sempurna jika kepala sekolah tidak memiliki jiwa wirausaha. Karena semuanya membutuhkan keberanian mengambil resiko dan pengerahan segala daya upaya dan ikhtiar dengan sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Jika tidak, boleh jadi keempat kompetensi itu akan berfungsi biasa-biasa saja dalam pelaksanaannya. Jadi mental dan jiwa wirausaha itu menjadi semacam roket pendorong bagi kemajuan sekolah dengan menggerakkan semua kompetensi lain yang dimiliki kepala sekolah.
Bagan 1 Kompetensi Kepala Sekolah
Ciri & Watak Wirausahawan
Sedikitnya ada enam ciri kewirausahaan antara lain: Percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambil resiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi ke masa depan. Jadi seorang wirausahawan memiliki kepercayaan kepada diri sendiri yang kuat sehingga dia bisa tampil dengan utuh dan tidak dihantui rasa takut. Orientasi kerjanya adalah pencapaian hasil dan pelaksanaan tugas. Dalam konsep agamanya disebut ihsan; melaksanakan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kualitas terbaik. Dia akan selalu terobsesi jika pekerjaannya belum selesai dan belum menghasilkan. Pepatah Arab menyebutkan:
لَيْسَ أَهْلُ الحَاجًةِ مَنْ بَاتَ نَاعِمًا وَلكِنْ أهْلُهَا مَنْ يَبِت عَلَى وَجَلٍ
Terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut: “Orang yang tidur nyenyak di malam hari berarti tidak memiliki kebutuhan, karena orang yang memiliki kebutuhan akan selalu gelisah di malam hari.”
Selanjutnya mengambil resiko, ini merupakan kekuatan dan ciri seorang pemimpin, dalam berbagai biografi para pemimpin senantiasa berani mengambil resiko dan berani berkorban, beberapa film yang bertema kepemimpinan menunjukkan hal ini, seperti Sang Pencerah berkisah perjuangan KH Ahmad Dahlan (Bramantyo, 2010). Sang Kiai yang mengisahkan KH Hasyim Asyari, (Prijanto, 2013) atau film Wage yang mengisahkan perjuangan Wage Rudolf Supratman melalui musik dan kewartawanannya (Rantau, 2017). Film The Insider juga cukup menginspirasi bagi yang mau belajar arti kegigihan dan perjuangan serta resiko dan tantangan. Film Garapan sutra dara Michael Mann ini mengisahkan wartawan investigasi dari program TV 60 Minutes yang berhasil mengungkap kasus perusahaan (Mann, 1999).
Kemudian erat kaitannya dengan pengambil resiko adalah kepemimpinan, wirausahawan memiliki ciri kepemimpinan. Kemampuan memimpin termasuk di dalamnya memengaruhi orang lain, mengajak dan menjelaskan tujuan, memiliki gagasan atau menerima gagasan dari timnya, merumuskan tujuan dari organisasi atau lembaganya serta sifat-sifat pemimpin lainnya –bedakan dengan pengertian kepala seperti yang tertuang dalam bagian lain buku ini—menjadi mutlak bagi wirausahawan. Bertindak sebagaimana layaknya seorang pemimpin, mulai dari pembicaraan, bicaralah dengan hati-hati, tampil seperti pemimpin, penampilan sebagaimana seorang pemimpin, tampil sebagai diri sendiri dalam memimpin. Membantu teman untuk tumbuh sebagai individu, menjadikan diri untuk bisa didekati, persiapan dengan benar. (Alcantar, 2020).
Keorisinilan dan orientasi masa depan dua ciri yang saling berkaitan, gagasan-gagasan orisinil biasanya dilahirkan dalam rangka mengonstruksi masa depan. Artinya menentukan arah ke depan. Apakah itu produksi dan kondisi ideal yang ingin diciptakan sebagai koreksi atau pengembangan dari realitas program dan kegiatan serta kinerja yang ada sekarang. Selalu ada yang baru kemudian berorientasi ke masa depan, jadi tidak terikat dengan masa lalu jangan sampai lah kita terikat dengan masa lalu. Masa lalu biar lah berlalu (let it’s be) yang ada di hadapan kita sekarang dan ke depan itulah yang harus kita perjuangkan dan usahakan. Apa yang ditemui kita hari ini dari berbagai kemajuan yang ada jauh-jauh sudah dirancang, seperti kampung global dirancang pada tahun lima puluhan; berbagai teori pembangunan, bahkan komik seperti Batman & Robin yang berlawanan dengan kekuatan jahat yang dapat menguasai manusia melalui media komunikasi, saat penjahat bisa muncul di mana saja melalui apa saja seperti pada dinding tembok dan lainnya kini hampir bisa dikatakan terwujud dengan penggunaan monitor atau screen. Film detektif seperti James Bond menuntun kemajuan teknologi di bidang militer dan spionase; selalu ada peralatan berteknologi baru dalam setiap serinya.
Bayangkan apa yang akan terjadi dengan sekolah yang Anda pimpin jika cir-ciri kewirausahaan ini melekat pada diri Anda. Sudah dapat dipastikan akan tampil menjadi sekolah terdepan yang inovatif dan penuh dengan kreativitas. Wow, itulah pernyataan yang akan didengar ketika seseorang berkunjung kepada sekolah Anda. Di Narmada Lombok ada sekolah yang menerapkan ujian dan evaluasi belajar menggunakan Tablet, dengan seribu bank soal dari tiap mata pelajaran, nilai hasil ujian sudah dapat diketahui siswa, setiap siswa memiliki dan bahkan mampu merakit Tablet sendiri. Ketika kementerian baik dari Dikbud maupun Kemenag datang mengunjungi sekolah tersebut apa komentar yang dinyatakan mereka: “seharusnya kami yang sudah melakukan ini.” Kini hal itu terwujud secara nasional dengan bentuk UNBK atau lainnya. Inovasi lain yang dilakukan Hasanain Juaini[3] pemimpin Lembaga tersebut tidak saja di bidang pembelajaran di kelas, dia juga melakukan penghijauan dan pengelolaan sampah, hutan gundul ditanami sehingga hasilnya bisa dirasakan masyarakat sekitar, sumber air yang kering kini mengalir kembali akibat dari penghijauan yang dilakukannya bersama para siswa. Setiap pohon diberi nama penanggungjawab dari masing-masing siswa. Ada lagi inovasi lain, ia membuat sistem zonasi, sebagai feedback dari evaluasi (ujian semester) siswa-siswa yang mendapat nilai rendah mata pelajaran matematika, dihimpun dalam satu kelas, khusus belajar matematika selama tiga bulan, dan tidak dibolehkan masuk kelas tempat dia duduk yang seharusnya, sebelum dinyatakan bisa matematika oleh tim pengajarnya. (Juwaini, 2013)
Adapun dari segi watak[4], wirausahawan berkeyakinan kuat, tidak bergantung pada orang lain kemudian individualistis dalam arti dia ini tidak berarti tidak peduli sama tetangga dan lain sebagainya sebagaimana yang dipahami pada dialog-dialog keseharian kita tapi individualitas karena percaya dirinya sehingga dia merasa mampu untuk melaksanakan sendiri –walaupun nanti dia harus memiliki kemampuan lain seperti bekerja sama. Ditambah lagi dengan watak optimistis, selalu memandang dunia di hadapannya dengan kacamata terang benderang, tidak ada istilah masa depan suram.
Para wirausahawan juga memiliki kemauan keras untuk berprestasi (need for achievenment) dalam dirinya selalu ingin berprestasi, berprestasi dan terus berprestasi. Kemudian selalu berorientasi pada laba. Laba di sini tidak selalu berhubungan dengan materi, laba bisa bersifat maknawi artinya keuntungan yang tidak berbentuk materi semata, bisa berupa penghargaan, penghormatan, pengakuan dan kebanggaan dan kebahagiaan atas hasil kerjanya. Mereka juga memiliki ketekunan di atas rata-rata kebanyakan orang, tabah dalam menghadapi kegagalan, memiliki tekad kuat dan pekerja keras, memiliki dorongan kuat energik dan selalu berinisiatif. Jadi mampu mengambil inisiatif kalau melihat suatu masalah, misalkan dalam suatu pelatihan daring, ada peserta yang tidak mematikan mikroponnya, pada saat sebelum sesi dimulai, Anda beserta teman-teman peserta lainnya mengadakan kesepakatan agar semuanya mematikan mikropon supaya tidak mengganggu penyajian materi dari nara sumber. Inisiatif dari bapak dan ibu untuk saling mengingatkan ini salah satu ciri orang yang sudah memiliki mental wirausaha.
Selanjutnya watak wirausahawan berani mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan. Tidak betah tinggal diam tanpa kegiatan, jika sudah berhasil dalam satu pekerjaan dia akan selalu mencari pekerjaan lain, menantang pekerjaan bukan lari dari pekerjaan dan tugas. Ada motivasi dari Al-Qur’an yang sangat bagus terkait tantangan dan pekerjaan ini dalam surat al-Syarah:
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ
Artinya; “Apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan atau pekerjaan, bergegaslah mencari pekerjaan lain.” QS. 94:7
Ayat di atas mengajarkan etos kerja yang tinggi, mental kesiapan untuk menghadapi tugas atau pekerjaan baru itu sudah disiapkan, ada tugas lagi atau tidak kita sudah siap menghadapi tantangan siap menghadapi tugas baru. Kalau boleh kita bisa membuat slogan “senang bekerja dan bekerja dengan senang.”
Motivasi kinerja yang lain sebagaimana diajarkan al-Qur’an pada surat at-Taubah ayat 105:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. Q.S 09:105.
Pelajaran dari ayat ini pertama, ayat ini bisa dipahami dari dua sisi, sisi pertama berupa ancaman bagi orang-orang yang menentang perintah Allah, seakan mengatakan: “lalukan sesukamu karena perbuatanmu itu akan diperlihatkan kepadamu dengan segala akibatnya!” sisi kedua dari segi motivasi untuk melakukan kebaikan bagi mereka yang berbuat amal shaleh, ini seperti yang diungkapkan Aisyah ra: jika kamu melihat seseorang melakukan kebaikan, ucapkanlah:
اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
Kedua, bahwa perbuatan seseorang akan ditampakkan kepada orang lain di dunia ini, yang baik akan ditampakkan kebaikannya yang buruk juga akan ditampakkan keburukkannya walau perbuatan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dalam pepatah dikenal “sepandai-pandainya menyimpan bangkai, suatu saat baunya akan tercium juga.” Ketiga, pelajaran yang terpenting adalah motivasi untuk berbuat baik, berbuatlah, bekerjalah, berkaryalah, karena karya dan perbuatan akan dilihat. (Taufik M. T., 2018)
Kemudian tabiat lain ialah berlaku sebagai pemimpin, mampu bergaul dengan orang lain dan “siap dikritik serta siap mengkritik,” serta siap menerima saran. Mental yang paling kuat yang paling bagus dan bisa membuat seseorang sukses adalah dia yang siap untuk menerima kritikan karena dengan kritikan akan membuka peluang-peluang kemajuan di hadapan kita lebih lebar. Watak lain dari wirausahawan juga inovatif dan kreatif serta fleksibel dan memiliki pandangan ke depan memiliki sudut pandang positif terhadap sesuatu. Kalau dalam bahasa agama bisa diartikan “husnudzan kepada Allah,” berbaik sangka kepada Allah itu hukumnya wajib. Dengan berbaik sangka tersebut berarti kita sudah mengonstruksi masa depan kita dengan segala harapan-harapan baik. Ini lah rahasia dari pujian kita kepada Allah SWT, dengan bertasbih yakni menyebutkan lafadz subhanallah berati kita telah menghapus berbagai buruk sangka kepada Allah dengan menyucikan-Nya. Subhanallah artinya Maha Suci Allah; Maha Suci dan maha Terbebas dari segala sifat buruk yang sering disifatkan oleh manusia, Maha Terbebas dari buruk sangka kita terhadap-Nya.
Bergerak & Menggerakkan
Sebagaimana yang dikemukakan di awal tulisan ini bahwa kewirausahaan yang kita bahas lebih mengarah kepada mental wirausaha. Artinya lebih lanjut akan kita bicarakan hal yang menyangkut mentalitas; berkenaan dengan soft competencies terlebih dahulu baru berikutnya hard competencies. Soft Competencies merupakan aspek kepribadian[5]seseorang yang bersemayam dan berkecamuk dalam dada. Bayak Istilah yang digunakan dalam hal ini tergantung kepada para pembahas yang menelaahnya. Ada yang menyebut motif, trait, dan drive. Ini yang berada pada lapisan paling dalam dari diri kita.
Motif secara bahasa diartikan; a reason for doing something, (Oxford, 2022) dalam KBBI juga memiliki arti yang sama; alasan (sebab) seseorang melakukan sesuatu. Secara psikologis motif diberi pengertian alasan-alasan manusia yang melatar belakangi mereka untuk melakukan suatu kehendak. (Wikipedia, 2020).
Dalam hal kepemimpinan misalkan, motif tidak selamanya bertujuan baik, kita tidak tahu apa yang menjadi motif seseorang mencalonkan diri untuk menjadi anggota dewan atau menjadi pejabat pejabat publik. Adakah benar sebagai mana yang terpampang pada berbagai pamplet atau baligho atau janji-janji kampanye mereka? Belum tentu, teriakan Lencioni: “Tidak tolong jangan jadi pemimpin! Kecuali Anda melakukannya dengan alasan yang benar, dan anda mungkin tidak melakukannya.” pada pendahuluan bukunya mengisyaratkan bahwa janji-janji itu tidak semuanya benar, karena tidak semua orang menjadi pemimpin itu bertanggungjawab terhadap hal penting yang seharusnya ia lakukan. Menurutnya ada dua alasan paling fundamental yang memotivasi seseorang untuk menjadi pemimpin, pertama mereka ingin melayani orang lain, melakukan apa pun yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu yang baik bagi orang-orang yang mereka pimpin. Inilah alasan satu-satunya yang sah untuk menjadi pemimpin.
Alasan kedua adalah karena mereka ingin dihargai. Mereka melihat kepemimpinan sebagai hadiah untuk kerja keras selama bertahun-tahun dan tertarik oleh perangkapnya: Perhatian, status, kekuasaan, uang yang kebanyakan orang memahaminya secara intuitif ini adalah alasan yang buruk untuk menjadi seorang pemimpin. (Lencioni, 2020).
Sebenarnya bisa ditambahkan alasan ketiga yang boleh jadi menjadi alasan paling utama sebagai penguat alasan pertama, yaitu alasan religiosity atau alasan teologis. Alasan untuk berkhidmat kepada sesama karena motivasi dari iman atau keyakinan kepercayaan yang dimiliki. Dalam kenyataannya para pemimpin keagamaan banyak menjalankan kepemimpinannya karena motivasi teologis yang bersumber dari ajaran agama yang diyakininya. Seperti dalam Islam ada konsep ihtisab, artinya melepaskan diri dari motif-motif keduniaan dan menggantinya dengan motif keimanan. Istilah ihtisab sendiri berarti mengharapkan pahala/reward dari Allah saja, tidak dari yang lain. Dalam bahasa sehari-hari dikenal istilah lillahi ta’ala. (Taufik M. , Ikhlas & Ihtisab, 2020).
Trait berarti sifat, a distinguishing quality or characteristic, typically one belonging to a person, kualitas atau karakteristik yang membedakan, biasanya milik seseorang. Sifat kepribadian (personality traits) seperti berkeyakinan kuat, percaya diri, kepemimpinan dan lain sebagainya telah diungkap di muka pada pembahasan watak kewirausahaan.
Drive berarti dorongan untuk melakukan sesuatu, apa maksud seseorang melakukan sesuatu itu? Apakah kekuatan internal pada diri seseorang atau kekuatan eksternal? Kata niat dalam ungkapan keseharian kita tampaknya bisa mewakili arti dari istilah drive ini. Atau kata kemauan juga bisa menunjukkan arti dari drive. Waktu saya kecil bapak saya selalu mengingatkan dengan bahasa Sunda: “Hirup mah kudu boga kahayang.” Hidup itu harus punya kemauan, dan kalau mengkritik saya karena suatu hal atau kemalasan saya dia selalu mengatakan “teu boga kahayang nu kitu mah.” Artinya kalau begitu tidak punya kemauan. Ungkapan bapak tersebut bisa dipahami bahwa kemauanlah yang bisa mendorong orang untuk maju dan berprestasi. Sejalan dengan pandangan tersebut Seorang Ahli Pengembangan SDM di Mesir Muhammad Fathi mengakhiri bukunya yang berjudul 150 Kisah Yang Akan Menerangi Hidupmu dengan beberapa pertanyaan berikut:
Mana cita-cita tertinggimu yang spesial?
Mana yang membawamu kepada kebahagiaan?
Mana lampu yang menerangi hati dan hidupmu?
Mana ladang karyamu?
Mana kekuasaanmu terhadap anggota badanmu/jasadmu?
Mana kekuatan tersembunyimu yang beda dari orang lain?
Jangan berharap anda adalah satu-satunya dari mereka? Itu tidak benar (Taufik M. , Kemauan, 2020)
Adapun jika drive dipandang sebagai niat, pertanyaan sekitar nawaitunya –niatnya– apa? Sering dilontarkan saat kita bermaksud membuat suatu program atau kegiatan, atau saat kita akan mendirikan sesuatu katakanlah Lembaga pendidikan.
Pertanyaan tersebut dipandang perlu untuk diajukan oleh seseorang yang dimintai restu atau izin. Rahasianya tentu saja dengan pertanyaan itu akan bisa terlihat hasilnya di kemudian hari. Ibnu Atha’illah mengungkapkan bahwa “di antara ciri keberhasilan di akhir suatu kegiatan atau pekerjaan adalah dengan mengembalikan niat awal kepada Allah.” (as-Sakandari). Artinya niat di awal “lillahi ta’ala” sudah dapat diduga hasilnya akan sukses, lain halnya jika niat di awal bertujuan untuk tujuan-tujuan lain misalkan cari nama atau untuk sanjungan dan pujian belaka, maka yang didapat hanya sekitar itu saja, tidak memiliki nilai lebih dan tidak mustahil juga akan gagal.
Ajaran agama banyak mengarahkan kepada “perbaikan niat” awal untuk memulai suatu pekerjaan atau kegiatan. Dengan niat yang baik sering kali perbuatan yang tampak duniawi bisa bernilai ukhrawi (memiliki nilai sakral sehingga tidak saja kesuksesan dunia yang didapat, tapi juga menuai pahala di akhirat). Setiap awal tahun pelajaran baru, KH. Imam Zarkasyi[6] selalu menekankan agar para santri memperbaharui niatnya; thalabul ilmi lillahi ta’ala. Demikian juga kepada para guru dan termasuk kepada dirinya, perbaharui niat, beliau menyebutnya tajdidu niyah. (Zarkasyi, 1980).
Citra Diri, percaya diri atau penghargaan terhadap diri sendiri, seseorang menilai dirinyua seperti apa. Evaluasi tentang konsep diri, jadi kita menilai dan mendefinisikan kita ini apa atau siapa atau bagaimana. Mendefinisikan diri kita dengan baik artinya kita menghargai diri kita sesuai dengan apa yang kita miliki dan apa yang kita bisa capai.
Sebagai contoh, jika kita mendefinisikan diri kita sebagai guru maka kita berkewajiban untuk mengajar, bertindak dan berperilaku sebagaimana layaknya seorang guru. Dalam Al-Qur’an sebenarnya banyak ayat-ayat yang mengajari kita untuk mengonsep diri kita itu siapa, misalkan dengan menyebutkan al-Mu’minun konsep perilakunya dalam suatu tema disebutkan; salatnya khusuk, menghindari hal-hal yang tidak berguna, menunaikan zakat, menjaga kehormatannya, menjalankan amanat dan menepati janji, dan menjaga salatnya. QS. 23:1-9.
Konsep diri yang baik akan menjadikan diri lebih sehat dan lebih produktif, bisa berkarya dan bisa menjadi yang terbaik. Mulai sekarang mari kita definisikan diri kita sebaik mungkin.
Peran Sosial, artinya masyarakat mengharapkan sesuatu dari Anda sekalian karena status Anda sebagai kepala sekolah di lingkungan Anda, otomatis masyarakat banyak mengharapkan peran Anda, kemudian ketika mampu memberikan apa yang diharapkan oleh mereka, maka kan dituntut peran-peran lainnya. Seperti dimintai pendapat, dimintai sumbangan dan bantuan, dimina menjadio ketua panitia, selalu dituntut untuk hadir dan berperan dalam berbagai kegiatan, semuanya sebagai feedback dari status kita di masyarakat.
Status sosial kita bisa tinggi merupakan hasil yang didapat dari pengetahuan kognitif kita, perilaku kikta bisa juga karena harta yang kita miliki. Sesuai dengan capaian prestasi kita itulah status yangh akan diterima kita di masyarakat.
Bagan 2 Kepribadian & Penegtahuan
Melalui gambar di atas kita dapat memahami bahwa hal-hal yang bersifat mentalitas yang berada pada diri kita (soft competency) seperti motif, watak dan sifat kepribadian kita (trait) dan dorongan kuat untuk melakukan sesuatu (drive) serta konsep diri dan peran sosial kita bagaikan gerigi yang mampu menggerakkan diri kita untuk mencapai prestasi dan kinerja yang bagus. Pengetahuan dan Keterampilan bisa meningkat dan bertambah karena Gerakan gerigi pertama tersebut. Kadang seseorang bisa semangat untuk menambah pengetahuan dan mempelajari berbagai keterampilan karena “citra diri” yang dia miliki, atau karena penilaian yang diberikan orang lain terhadap dirinya. Jika tercipta pandangan umum tentang sekolah yang kita pimpin itu berkualitas dan alumninya siap pakai, pintar-pintar, maka citra sekolah tersebut akan mengalir dan diterima juga oleh para alumninya, sehingga alumni tersebut terdorong untuk mempertahankan citranya dengan berusaha keras agar sesuai dengan apa yang dicitrakan masyarakat umum. Akibatnya para alumni sekolah tersebut akan berprestasi dan berkualitas sebagai mana yang dinilai oleh masyarakat, karena dia selalu berjuang untuk mempertahankan citranya.
Artinya ada motivasi untuk maju yaitu mempertahankan citra, tidak mau membuat malu almamaternya, ada dorongan kuat (drive) dari luar dirinya berbentuk penilaian dan kepercayaan orang lain bahwa dia pasti bisa, karena lulusan sekolah yang kita pimpin pasti berkualitas, maka dia akan bergerak maju untuk mewujudkan konsep diri yang diberikan orang lain itu dalam realita hidupnya. Dari sisi pengetahuan dia akan menjadi pembelajar yang baik, dan dari segi keterampilan dia akan menjadi orang yang terampil. Dengan begitu perpaduan putaran gerigi penggerak tadi akan menggerakkan pengetahuan dan keterampilan yang menghasilkan prestasi dan kesuksesan.
Sampai din sini Anda sudah bisa bergerak dengan berbagai modal yang ada pada diri Anda, Anda yang berpengetahuan, dan berkompeten dalam banyak hal, Anda adalah orang yang terampil, dan mau belajar, kini saatnya Anda menularkan kebaikan-kebaikan yang Anda miliki kepada teman dan siswa-siswi Anda, karena Anda sangat berarti bagi mereka, jika Anda terus bergerak maju untuk memutar gerigi-gerigi kemajuan diri Anda dan orang-orang sekitar Anda.
Kapasitas Intelektual
Kemampuan Intelektual adalah bekal pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki wirausahawan sesuai bidang yang menjadi garapannya. Artinya harus memiliki kemampuan untuk bekerja dengan materi pengetahuan tertentu atau teknis tertentu seperti mekanik, biologi kimia atau seni. Karena hanya orang berilmu yang bisa berbagi ilmu, dan hanya yang berpengetahuan yang bisa berbagi pengetahuan. Berwirausaha pada hakikatnya berusaha mewujudkan sesutu yang secara intelektual dikuasai. Saat Anda berpikir untuk menjual bakso, saat itu Anda memiliki pengetahuan tentang bahan bakso, cara membuatnya, kondisi penjual bakso dan tehnik penyajiannya. Jika Anda menjual bakso dengan modal pengetahuan seadanya sebagaimana para penjual bakso yang ada di hadapan Anda sekarang, berarti baru bisa menjadi pelaksana. Jika kondisi dan tata cara penjualan bakso serta model dan isinya yang ada sekarang Anda teliti, lalu berpikir untuk melakukan pengembangan berinovasi atau berkreasi untuk memproduksi dan menjual bakso model baru, berarti Anda seorang wirausahawan. Artinya tidak puas dengan yang ada dan berusaha mencipta sesuatu yang baru dalam bentuk varian baru.
Kepala sekolah yang wirausahawan secara intelektual harus memiliki pengetahuan lebih dari tema yang dipimpinnya. Pengetahuan pedagoginya harus melebihi pengetahuan guru yang ada disekolahnya, kaya pengetahuan dan kaya data dan informasi. Membaca dan meningkatkan pengetahuan adalah cara terbaik peningkatan diri untuk bisa tampil mantap dan berwibawa. Saya yakin Anda percaya bahwa siapa yang memiliki kelebihan dialah yang akan tampil sebagai pemimpin di komunitasnya. Itulah kenyataannya yang harus Anda terima. Walau secara definitif Anda menjabat sebagai kepala sekolah, jangan salah jika miskin pengetahuan secara alamiah akan terlahir pemimpin baru dari sekitar Anda. Pemimpin yang tidak menduduki jabatan kepala tapi sangat menentukan, diikuti dan dipatuhi oleh rekan-rekan sejawatnya. Mungkin Anda akan mengatakan: “Ya tidak apa-apa, saya tinggal memanfaatkannya saja untuk menjalankan atau membantu tugas saya.” Pemikiran seperti boleh jadi benar, tapi banyak mengandung resiko yang harus Anda hadapi nantinya, pemikiran seperti itu akan membuat Anda menjadi merasa tidak berarti dalam pengertian konsep diri dan citra diri Anda akan menjadi negatif, dan itu berbahaya bagi pengembangan kepribadian Anda. Akan lebih tepat jika menghadapi kondisi itu Anda jadikan sebagai dorongan eksternal yang dapat memicu gerak dan semangat Anda untuk meningkatkan kapasitas. Jadikan pemimpin informal tersebut sebagai standar minimal yang harus Anda capai. Dengan begitu Anda akan lebih maju dan bersemangat untuk meningkatkan kemampuan diri Anda.
Seorang kepala Lembaga apa pun yang dipimpinnya dia harus selalu bisa memberikan informasi baru, pengetahuan baru, serta gagasan baru yang bisa memberikan arah bagi team kerjanya. Kemampuan berinovasi atau berkreasi seperti itu bisa ditingkatkan dengan di acara; membaca atau menyimak/mendengarkan. Ada sedikit cerita berkaitan dengan kedua cara tersebut. Suatu ketika saya melihat spanduk yang menginformasikan pengajian di suatu sekolah, foto yang terpampang sebagai pembicara adalah teman saya, walau tidak diundang saya datang menghadiri acara tersebut –tamu tak diundang—dengan maksud silaturahmi dan menemui penceramah tersebut. Ketika melihat saya penceramah itu tampak berkeringat dan gugup, usai ceramah saya datangi dan saya ajak mampir ke rumah. Oh ya, sebelum dia tampil sebagai pembicara, sebelumnya saya dapat informasi dari seorang teman yang menyaksikan teman sang penceramah itu muncul pada suatu talk show di TV. Kemudian ia memberi komentar begini: “itu tampil di TV tapi kok isinya begitu-begitu saja. Harusnya dia mengembangkan wawasan dan pengetahuannya.” Ucap teman tersebut seakan memberi pesan kepada saya agar bisa mengingatkan. Maka kesempatan pada saat penceramah itu mampir ke rumah saya sampaikan; “kamu harus banyak baca, jika tidak sempat baca banyaklah menyimak.”
Dahulu saat saya masih menjadi mahasiswa S1 seorang teman bertanya kepada saya: “Bagaimana sih caranya supaya bisa bicara?” Saya jawab; “Harus banyak baca.” Terus dia lanjutkan pertanyaannya: “Bagaimana supaya bisa banyak baca?” saya jawab: “Untuk bisa banyak baca ya harus banyak bicara.” Kedua kegiatan itu sengaja saya jadikan semacam lingkaran; banyak baca akan menimbulkan kemampuan berbicara, karena membaca pada dasarnya adalah kegiatan berdiskusi dan berdialog dengan penulisnya, dengan memiliki informasi atau data dari hasil bacaannya ia akan mengomunikasikannya kepada orang lain –sifat alami manusia—karena dia mengomunikasikan (berbicara) maka akan menuai banyak pertanyaan dari lawan komunikasinya, dengan begitu dia akan merasa kurang dan tertantang untuk membaca lagi, dan begitu seterusnya bagai sebuah lingkaran yang saling memotivasi. Ini sekedar contoh dan selanjutnya Anda bisa kembangkan sendiri, misalkan untuk bisa menjadi orator yang baik maka harus menjadi pendengar yang baik, ada beberapa Quote yang saya buat di antaranya: “Jadilah pendengar yang baik supaya pembicaraanmu didengar.” Berikutnya “Bacalah tulisan orang lain supaya tulisanmu dibaca.”
Kecerdasan Emosional
Kita lanjut dengan kompetensi berikutnya yaitu kecerdasan emosional (emotional intelligence). Kecerdasan emosional merupakan titik awal seseorang bisa menjadi bijak. Dia bisa memahami tindakan orang lain, menentukan sikap atas suatu perlakuan yang diterima, memberi nasihat sesuai kebutuhan yang meminta nasihat, bisa berkomunikasi dengan baik dan bisa meredakan konflik. Ada banyak cara untuk berempati kepada orang lain atau menghibur orang lain, bisa hanya dengan menggunakan kata-kata singkat tapi mengena dan memiliki arti yang mendalam. Hal itu bisa dicapai sejalan dengan kecerdasan emosional yang dimilikinya.
Pada suatu saat seorang teman bercerita bahwa dia dihantui perasaan bersalah dan merasa punya hutang kepada orang tuanya. Dia selalu bermimpi ketemu orang tuanya dan bertanya dalam mimpi tersebut: “Kapan kamu akan pulang ke kampung untuk membangun pesantren?” Sementara dia tinggal di ibu kota dengan berbagai kegiatan dan karir yang menanjak, ada beberapa sekolah unggulan yang dia dirikan di berbagai wilayah. Dengan gelar doktor yang dia sandang tentu saja banyak tawaran dan karir yang bisa dia ambil. Singkat cerita dia harus mengambil keputusan “pulang kampung” dengan meninggalkan segala yang dia dapatkan di Ibu Kota untuk Kembali ke sebuah kampung yang jauh dari keramaian. Akhirnya dia bangun pesantren dengan sarana apa adanya, bangunan dari gubuk, beratapkan dedaunan mengajak anak-anak sekitar untuk belajar. Banyak foto-foto yang dia upload di status media sosialnya, bagaimana ia berjas dan berdasi mengajar beberapa anak di kelas-kelas gubuk. Penulis berpikir bagaimana caranya memotivasi dia agar tegar dan bertahan mewujudkan impiannya. Dari sekian status media sosialnya penulis berkomentar begini: “Orang besar adalah orang yang bisa melakukan pekerjaan kecil di mata orang kecil.” Komentar tersebut begitu saja penulis temukan saat terpikir untuk memotivasi kawan yang doktor tersebut.
Melalui ungkapan tersebut penulis ingin menyampaikan bahwa Anda adalah orang besar kawan, walau orang lain menganggap tindakan Anda itu sebagai tindakan bodoh, menganggap apa yang Anda kerjakan itu kecil dan tak berharga, yang telah Anda tukar dengan karir dan prestasi di Ibu Kota, sebuah prestasi yang menjadi harapan semua orang. Bagi saya itulah arti “Orang Besar” yang sebenarnya. Karena telah berani mengambil keputusan untuk melakukan apa yang dianggap kebanyakan orang bahwa pekerjaan itu kecil. Anda telah berhasil keluar dari zona nyaman untuk menyongsong tantangan. Abda seorang pemberani, Anda gila, karena Anda tahu bahwa berpikir gila madness itu salah satu penyebab seseorang bisa kreatif dan inovatif (Bono, 1992) dengan demikian kegilaan Anda itu saya artikan kreativitas dan keberanian. Cerita ini menggambarkan bagaimana cara kerja kecerdasan emosional dalam hubungan sosial.
Cerita lain tentang kecerdasan emosional yang penulis pakai untuk memberikan advice kepada seorang kawan. Suatu saat yang mendapatkan pesan WhatsApp: “Kiai tolong nasihati saya” demikian bunyi pesannya. Apa yang saya tangkap dari pesan itu bahwa kawan tersebut sedang menghadapi tantangan yang menurutnya berat, lagi-lagi saya dipacu untuk berpikir mencari pesan advice yang singkat, mengena dan mampu membangkitkan semangat kawan tersebut. Setelah diendapkan beberapa saat sambil berdoa mencari formula nasihat yang bisa saya berikan; akhirnya ketemu lah satu kata yang saya ulang tiga kali: “teguh, teguh dan teguh.” Kata tersebut saya sampaikan dalam Bahasa Arab الثبات, الثبات ثم الثبات . Rupanya satu kata tersebut mengena baginya, sampai dia berterima kasih dengan sungguh-sungguh kepada saya.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan mengelola emosi Anda sendiri dengan cara yang positif untuk menghilangkan stres, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan dan meredakan konflik. Kecerdasan emosional membantu Anda membangun hubungan yang lebih kuat, berhasil di sekolah dan bekerja, dan mencapai tujuan karir dan pribadi Anda. Ini juga dapat membantu Anda untuk terhubung dengan perasaan Anda, mengubah niat menjadi tindakan, dan membuat keputusan berdasarkan informasi tentang apa yang paling penting bagi Anda.
Untuk mengembangkan kecerdasan emosional ada empat kemahiran yang harus Anda miliki: Pertama manajemen diri /self-management; Anda dapat mengendalikan perasaan dan perilaku impulsif, mengelola emosi Anda dengan cara yang sehat, mengambil inisiatif, menindaklanjuti komitmen, dan beradaptasi dengan keadaan yang berubah. Kedua, kesadaran diri/ self-awareness; Anda mengenali emosi Anda sendiri dan bagaimana mereka mempengaruhi pikiran dan perilaku Anda. Anda tahu kekuatan dan kelemahan Anda, dan memiliki kepercayaan diri. Ketiga kesadaran sosial/ social awareness; Anda memiliki empati. Anda dapat memahami emosi, kebutuhan, dan kekhawatiran orang lain, menangkap isyarat emosional, merasa nyaman secara sosial, dan mengenali dinamika kekuatan dalam kelompok atau organisasi. Keempat manajemen hubungan/ relationship management; Anda tahu bagaimana mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik, berkomunikasi dengan jelas, menginspirasi dan mempengaruhi orang lain, bekerja dengan baik dalam tim, dan mengelola konflik.
Termasuk emosional –dengan demikian– antara lain kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, kemampuan bekerja dalam lingkungan organisasi yang lebih nyata, keterampilan hidup bermasyarakat, keterampilan komunikasi, konsep diri, serta motivasi pribadi.
Nilai Spiritual
Nilai spiritual adalah seperangkat nilai dan prinsip pribadi yang memandu individu sebagai pedoman tentang apa yang benar dan salah. Nilai tersebut merupakan gambaran dari keberagamaan seseorang. Nilai tersebut didapat seseorang karena kepercayaan dan keimanannya. Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada kita bahwa iman adalah apa yang tertanam di dalam dada dan dinyatakan dengan tindakan. Dalam al-Qur’an disebutkan: “dirikanlah salat, karena salat mencegah (pelakunya) dari perbuatan keji dan kemunkaran, dan mengingat Allah itu baik dalam salat maupun di luar salat lebih utama dari suatu apa pun.” QS.29:45. Ini contoh bahwa ajaran agama dapat meningkatkan kepribadian seseorang, mengubah suatu kepercayaan akan nilai dari yang berdasarkan pada pandangan umum diubah menjadi pandangan seharusnya. Ada manfaat nilai kemanusiaan dalam setiap ajaran yang disyariatkan agama.
Nilai-nilai spiritual, memiliki kualitas yang lebih tenang dan abadi, yang timbul dari keterhubungan batin yang mendalam dengan dimensi ilahi atau spiritual dari pengalaman manusia. Kesadaran spiritual, ketika dibudayakan melalui doa rutin, meditasi, dan praktik spiritual lainnya, menjaga diri spiritual yang benar tetap berhubungan dan selaras dengan sumber nilai-nilai spiritual, ditandai dengan cinta yang dewasa dan tanpa pamrih. Walau tanpa pamrih –secara duniawi–tapi tetap bernilai di hadapan Allah SWT, dan tidak akan sia-sia, karena Allah tidak akan menghilangkan pahala bagi orang-orang baik.
Nilai-nilai ini sangat kontras dengan jenis yang lebih duniawi dan bergantung pada orang-orang yang secara intuitif sadar dan menghormati interkoneksi mulus mereka, melalui kontak dengan alam spiritual, dengan orang lain yang hidup di planet ini, dengan mereka yang telah pergi sebelumnya dan mereka yang mengikuti. Oleh karena itu, mereka lebih menyukai kerja sama atas persaingan. Nilai-nilai “lebih tinggi” atau lebih matang seperti itu sama-sama bergantung pada kesadaran akan ikatan yang sama dekatnya dengan alam, dengan planet itu sendiri, dan dengan kosmos yang lebih besar yang kita huni. (Culliford, 2001).
Nilai seperti kejujuran, kepercayaan, kebaikan, toleransi, kesabaran, ketekunan, ketegasan, kerendahan hati, keberanian, keindahan dan nilai untuk selalu berharap dan berkeinginan, akan sangat kuat dan terpatri jika terlahir dari motivasi keagamaan. Dengan kata lain jika seseorang pada kondisi tertentu mengharapkan ada orang lain di luar dirinya yang memberi nasihat, karena status dan kedudukannya boleh jadi agak sulit untuk mendapatkan orang yang berani menasihati dirinya. Pada saat itu maka pelajaran/nasehat dari para nabi melalui sabda-sabda mereka, dan dari ayat-ayat Al-Qur’an akan lebih mampu menasihati dirinya. Untuk mencapai itu tentu saja harus berkomunikasi dengan para nabi melalui kitab-kitab hadis atau berkomunikasi dengan Allah SWT melalui kitabnya. (Taufik M. , Tafsir Inspiratif, 2013).
Kini Anda sudah menjadi kepala sekolah yang memiliki mental wirausaha, kepribadian Anda sudah dikonstruksi berdasarkan pada pengalaman Anda dan pengalaman orang lain, menempatkan posisi mentalitas Anda saat ini. Anda juga telah memahami bahwa dorongan spiritualitas berupa keimanan sangat potensial untuk menggerakkan langkah Anda berikutnya, jadikan niat beribadah dan beramal sebagai drive yang akan melejitkan gerak Anda; dalam melayani orang banyak, semuanya tidak akan sia-sia, jika diniatkan hanya untuk mendapatkan Ridha Allah. Selamat terlahir sebagai kepala sekolah dengan mental terbaik.
Bibliography
Adair, J. (1993). Bukan Bos Tetapi Pemimpin. jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alcantar, M. (2020). Leadership: How to realize Your Leadership Potential. Maisie Alcantar.
Ali, A. (1991). Ta’limu Al-Muta’allim Versi Imam Zarkasyi. Ponorogo: Trimurti.
Bono, E. D. (1992). Serious Creativity. New York: Harper Collins Publishers.
Bramantyo, H. (Sutradara). (2010). Sang Pencerah [Gambar Hidup].
Culliford, L. (2001, Mei 19). Worldly and Spiritual Values: Humankind May Depend on Rediscovering a Natural Balance. Diambil kembali dari psychologytoday.com: https://www.psychologytoday.com/us/blog/spiritual-wisdom-secular-times/201105/worldly-and-spiritual-values-humankind-may-depend
Delors, J. (t.thn.). Learning: The Treasure Within. UNESCO PUBLISHING.
Elliyana, E., & Suliostiyono, D. (2020). Buku Ajar Kewirausahaan. Malang: Ahlimedia Press.
Fahlevi, D. (2018). Quantum Leadership. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fisher, R., Ury, W., & Patton, B. (2000). Getting to Yes. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Holmes, D. (2005). Communication Theory Media, Technology, Society. Thousand Oaks: Sage Publication.
Juwaini, H. (2013, Februari 4). Inovasi & Pengembangan Pendidikan. (M. Taufik, Pewawancara)
Kemendikbud. (2014, Januari 14). Paparan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Diambil kembali dari kemendikbud.go.id: https://kemedikbud.go.id/dokumen/
Kemedikbud. (2020). Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 Draft. Jakarta, Indonesia: Kemendikbud
Lencioni, P. (2020). The Motive Why so Many Leaders Abdicate Their Most Important Responsibilities. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Mann, M. (Sutradara). (1999). The Insider [Gambar Hidup].
Nurul Husna, A. (2020). Dari Mahasiswa untuk Indonesia: Kewirausahaan dan Inovasi di Era Digital. Malang: Unnima Press.
Oxford. (2022). Oxford Advanced Leaner’s Dictionary. Oxford University Press.
Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, DKI, Indonesia.
Peterson, C. (2020). Lead Leadership. Chris Peterson.
Prihadi, M. (2020). Kewirausahaan: Membentuk Pola Pikir dan Menjadi Sumber Daya Manusia Unggul . Malang: Ahlimedia Press.
Prijanto, R. (Sutradara). (2013). Sang Kiai [Gambar Hidup].
Rantau, J. D. (Sutradara). (2017). Wage [Gambar Hidup].
Setiawan, H. H. (2020). Kewirausahaan Sosial. Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial.
Susilowati, N., & Seliro Wangi, N. B. (2017). Kewirausahaan. Malang: Ahlimedia Press.
Syukri, A. (2011). Bekal Untuk Pemimpin. Ponorogo: Trimurti Press.
Taufik, M. (2021, Juni). Kewirausahaan Kepala Sekolah. Materi Pelatihan. Jakarta, DKI, Indonesia: P2KPTK2 Jakut.
Taufik, I. (2004). Kewirausahaan. Materi Kewirausahaan. Kuningan, Jawa Barat: Forum Pesantren Kuningan.
Taufik, M. (2020, Januari 16). Ikhlas & Ihtisab. Diambil kembali dari mtatataufik.id: https://mtatataufik.id/archives/291
Taufik, M. T. (2018). Tafsir Inspiratif Ayat-ayat Al-Qur’an Pilihan Penggugah Jiwa (Ke I ed.). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Taufik, M. (2020, April 20). Kemauan. Diambil kembali dari mtatataufik.id: https://mtatataufik.id/archives/306
Taufik, M. (2013). Tafsir Inspiratif. Jakarta: Wisemind.
Wikipedia, Kontributor. (2022, Februari 2). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Diambil kembali dari id.wikipedia.org: https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan&oldid=20460230
Wikipedia, K. (2020, Mei 30). Motif. Diambil kembali dari Wikipedia: https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Motif&oldid=17021245
Zarkasyi, I. (1980). Pekan Perkenalan Pondok Modern Darussalam Gontor. Gontor: KMI Gontor.
as-Sakandari, I. A. (t.thn.). Al-Hikam.
محمد فتحي. (2010). 150 قصة تضيء لك الحياة. القاهرة: مؤسسة اقرأ.
[1] Mental berkaitan dengan batin dan watak manusia, jadi sesuatu yang bukan berssifat badan. Mentalitas diartikan keadaan dan aktivitas jiwa (batin) cara berpikir dan berperasaan. (Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2016). Mentalitas juga berkaitan dengan cara berpikir, pikiran, kerangka berpikir, pergantian pikiran, cara pikiran seseorang bekerja, psikologi, sikap mental; pandangan, kepribadian, persona, jiwa, disposisi, temperamen. intelek, kemampuan intelektual, kecerdasan, kecerdasan, IQ, kekuatan otak, pemahaman, kecerdasan, kecerdasan, penalaran, rasionalitas, kekuatan penalaran, kebijaksanaan, rasa, persepsi, imajinasi.
[2] Istilah guru adalah pengajar atau pemimpin keagamaan bagi agama Hindu atau Sikh di India. Dalam bahasa informal diartikan seseorang yang ahli dalam bidang tertentu, atau orang yang sangat bagus dalam melaksanakan sesuatu. (Oxford, 2022)
[3] Hasanain Juaini, Lc., M.H. (lahir 17 Agustus 1964) adalah seorang Tuan Guru terkemuka, Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Haramain, Kota Narmada, Lombok Barat, NTB. Ia mendapat penghargaan Ramon Magsaysay Award (Nobel versi Asia) tahun 2011 karena kiprahnya yang luar biasa dalam bidang pembangunan pesantren peduli lingkungan, pemberdayaan perempuan dan toleransi antar umat beragama. Beberapa penghargaan yang diterimanya: Ashoka International Foundation Medal for Best Fellow in Religion and Women Empowerment, (2003) Piagam Pelestari Lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, (2004) Maarif Award, Ma’arif Institute for Culture and Humanity (2008) Ramon Magsaysay Award, Manila Filipina (2011)
[4] Sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat.
[5] The combination of characteristics or qualities that form an individual’s distinctive character: Kombinasi karakteristik atau kualitas yang membentuk karakter khas individu
[6] KH. Imam Zarkasyi lahir di desa Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1910 M. Belum genap usia dia 16 tahun, Imam Zarkasyi muda mula-mula menimba ilmu di beberapa pesantren yang ada di daerah kelahirannya, seperti Pesantren Josari, Pesantren Joresan dan Pesantren Tegalsari. Setelah menyelesaikan studi di Sekolah Ongkoloro (1925), dia melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Jamsarem Solo. Pada waktu yang sama dia juga belajar di Sekolah Mamba’ul Ulum. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh KH. M. O. Al-Hisyami, sampai tahun 1930. Selama belajar di sekolah-sekolah tersebut (terutama Sekolah Arabiyah Adabiyah) di Solo dia sangat tertarik dan kemudian mendalami pelajaran bahasa Arab. etelah menyelesaikan pendidikannya di Solo, Imam Zarkasyi meneruskan studinya ke Kweekschool di Padang Panjang, Sumatra Barat, sampai tahun 1935. Setelah tamat belajar di Kweekschool, dia diminta menjadi direktur Perguruan tersebut oleh gurunya, Mahmud Yunus. Tetapi Imam Zarkasyi hanya dapat memenuhi permintaan dan kepercayaan tersebut selama satu tahun (tahun 1936), Setelah menyerahkan jabatannya sebagai direktur Pendidikan Kweekschool kepada Mahmud Yunus, Imam Zarkasyi kembali ke Gontor. Pada tahun 1936 itu juga, genap sepuluh tahun setelah dinyatakannya Gontor sebagai lembaga pendidikan dengan gaya baru, Imam Zarkasyi segera memperkenalkan program pendidikan baru yang diberi nama Kulliyatu-l Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) dan ia sendiri bertindak sebagai direkturnya. Pada tanggal 30 April 1985 pukul 21.00 WIB dia meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Madiun.dia meninggalkan seorang istri dan 11 orang putra-putri.
Comments are Closed