Pabrik Pemimpin
PADA 6 Agustus 2022 lalu penulis menghadiri undangan resepsi walimah arus putra kawan lama di Bandar Lampung. Sambil menunggu acara dimulai, penulis duduk di area resepsi.
Kemudian, datang di antara undangan seseorang yang tampak sebagai tamu VIP, tentu saja penulis tidak mengenalnya. Penulis sapa dan mengenalkan diri. Disampaikan juga bahwa penulis adalah kawan lama waktu di Pondok Modern Darussalam Gontor dan teman satu rumah kontrakan saat di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Oh, pernah di Gontor juga,” komentarnya. “Iya,” jawab penulis. Kemudian beliau sambung pembicaraannya, “Gontor itu ‘pabrik pemimpin’. Kan banyak pemimpin nasional yang lahir dari situ,” jelasnya.
Mendengar penjelasan itu, penulis tertegun sambil menunggu pernyataan apa yang akan disampaikan beliau berikutnya. “Harus dijaga itu. Harus tetap dijaga,” lanjutnya. Dari dialog singkat itu penulis bertanya-tanya siapakah gerangan tamu tersebut dan apa latar belakangnya? Akhirnya shahibul hajat menjelaskan bahwa beliau adalah Muhammad Feisal Tamim. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI periode 2001-2004. Tentu saja penulis merasa sangat bahagia bisa berdialog dengannya walau pun singkat. Lebih-lebih ketika mendengar pernyataan beliau bahwa Gontor itu “pabrik pemimpin” dan harus terus dijaga.
Penulis berusaha mengingat-ingat kata-kata beliau agar tidak lupa. Kemudian, diceritakan juga kepada kawan-kawan lain yang hadir pada acara tersebut. Sebagai upaya sosialisasi dan upaya menghafalnya. Karena, menurut penulis, pernyataan yang diungkapkan secara sukarela dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapa pun, apalagi seorang tokoh seperti beliau, sangat perlu untuk diabadikan.
Pada 28 Juni 2019 penulis berkesempatan mengunjungi Akademi Militer (Akmil) di Magelang, Jawa Tengah, bersama beberapa pimpinan pesantren; KH Sofwan Manaf dari Darunnajah Jakarta serta KH Anang Rizka Masyhadi dan KH Anizar Masyhadi, keduanya dari PP Tazaka Batang. Saat itu kami diterima Gubernur Akmil Dudung Abdurachman (saat ini menjabat Kepala Staf Angkatan Darat).
Pada silaturahmi tersebut, dengan semangat Pak Dudung menjelaskan berbagai hal mengenai kegiatan dan program yang dilaksanakan di Akmil. Bahkan, beliau menawarkan agar para pengasuh pesantren bisa bersilaturahmi ke Akmil untuk mengenal lebih jauh pendidikan di kampus yang dipimpinnya tersebut.
Selain terkagum-kagum dengan penampilan marching band dan layout kampus yang tertata rapi, serta suasana makan siang dan salat Jumat yang menggambarkan kedisiplinan warga kampus, penulis juga tertarik pernyataan Pak Dudung. Ia mengatakan bahwa Akmil ini tempat mencetak pemimpin bangsa. “Jadi, yang kami didik di sini adalah level pemimpin,” kata dia.
Alhasil penulis belajar banyak dari kunjungan ini.Memang tidak banyak lembaga pendidikan yang secara tegas mengakui bahwa lembaganya adalah tempat berlatih untuk menjadi pemimpin. Dengan kata lain sebagai sekolah kepemimpinan. Ladang perjuangan Gontor salah satunya yang berani menyatakan sebagai tempat persemaian bibit-bibit unggul tahan wereng. Pernyataan ini sering disebutkan oleh KH Imam Zarkasyi dalam berbagai kesempatan, terutama pada saat pekan perkenalan di setiap awal tahun pelajarannya.
Gontor adalah tempat berlatih. Ladang perjuangan melalui pendidikan. Berlatih memimpin dengan moto “Siap memimpin dan siap dipimpin”. Sebuah ungkapan yang mengandung arti bahwa santri Gontor harus siap untuk memimpin. Namun, bukan hanya ingin jadi pemimpin dan bisa bekerja kalau memimpin saja, tapi harus juga siap dipimpin dan mudah diatur.
Yang pertama berkaitan dengan skill dan mentalitas kepemimpinan. Dan yang kedua berkaitan dengan mentalitas dan perilaku organisasi. Bahwa pada saat menjadi anggota masyarakat dan anggota suatu organisasi, harus juga legowo untuk mengikuti aturan yang disepakati dan siap menjadi anggota yang baik.
Pelajaran pertama yang disampaikan–dan ini sangat penting–adalah meluruskan niat. Niat datang ke Gontor itu untuk cari apa? Jangan salah niat, niatnya yang benar adalah untuk mencari ilmu dan pendidikan.
Penekanan pada niat “mencari ilmu” itu tergambar dari materi-materi pelajaran hadis dan mahfudzat (hafalan kata-kata mutiara berbahasa Arab yang berisi falsafah hidup dan motivasi) di kelas satu. Salah satunya berbunyi: Barang siapa keluar (rumah) untuk mencari ilmu, maka dia termasuk fi sabilillah (berjuang di jalan Allah) sampai ia kembali (Hadis). Syuhada Dengan demikian para santri yang sedang mencari ilmu diposisikan sebagai para pejuang di jalan Allah. Karakteristik perjuangan itu erat hubungannya dengan pengorbanan, harta, tenaga, pikiran, bahkan nyawa sekali pun.
Melalui pendekatan dengan kerangka pikir seperti ini, apa yang sekarang banyak digunjingkan orang dengan caranya masing-masing, bisa diformat ulang dengan doa dan harapan semoga almarhum ananda yang bersangkutan masuk dalam kelompok para syuhada. Sebagaimana hadis di atas yang kita yakini serta iringan doa, semoga pihak keluarga diberi kesabaran dan kekuatan lahir dan batin.
Terakhir, sambil berpikir memahami ucapan Pak Feisal Tamim, “Gontor harus dijaga!” Seraya memanjatkan harapan dan doa semoga tetap terjaga.
Pilar: Gontor, Pabrik Pemimpin
Comments are Closed