media berbagi dan silaturahmi

Mer(d)eka Belajar

Print Friendly, PDF & Email

Manusia adalah produk dari kebiasaannya (Ibnu Khaldun)

Tugas utama kehidupan adalah belajar, siapa yang paling aktif dalam belajar maka ia yang paling mampu untuk bertahan hidup. Seorang balita aktif berlatih untuk mengekspresikan perasaannya, menangis, meniru kemudian merangkak, berdiri, tegak dan melangkah hingga mahir berjalan. Perkembangan berikutnya ia menjadi piawai, dan akhirnya sampailah pada tahap bijak begitulah sampai akhirnya ia menemui ajalnya.

Tanpa ada usaha yang serius seperti penyelenggaraan sekolah pun proses belajar di atas tetap dialami oleh manusia, memperhatikan, menyimak, menyimpulkan dan akhirnya memilih suatu tingkah laku yang dilakukan semua bisa diamati dalam proses kehidupan yang dialami manusia termasuk diri kita. Secara dialektis mata kita menatap suatu benda, otak kita menangkap, lalu mengolah dan akhirnya memutuskan untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau sebaliknya pikiran kita bekerja memikirkan suatu lalu dihubungkan dengan realitas dan ia menciptakan suatu tindakan untuk membuat realitas sesuai dengan ide yang ada dalam pikiran. Kedua teori ini sangatlah sederhana dalam melihat perilaku kita sebagai makhluk yang berpikir  dan belajar.

Secara etimologi belajar berarti mendapatkan pengetahuan atau kemampuan, dalam istilah pendidikan berarti kemampuan atau pengetahuan yang didapat melalui usaha pendidikan. Dalam istilah psikologi belajar adalah perubahan pengetahuan, atau perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan, memahami dan dalam tingkah laku.

Secara terminologi belajar berarti mendapatkan pengetahuan atau mengembangkan kemampuan untuk melakukan suatu tingkah laku yang baru, Learning, acquiring knowledge or developing the ability to perform new behaviors. Jadi dalam proses belajar ada mendapatkan pengetehuan berarti dari nol menuju isi ada juga pengembangan sesuatu yang sudah dimiliki.

Selanjutnya kegiatan pemberian pelajaran disebut mengajar (teaching) yang berarti systematic presentation of facts, ideas, skills, and techniques to students. Kegiatannya dinamakan pengajaran (instruction) teaching in a particular subject or skill, or the facts or skills taught. Jadi pengajaran atau mengajar adalah mempresentasikan fakta, ide, atau skil serta tehnik tertentu kepada murid secara sistematis.

Jika dilihat dari sudut guru mengajar pada hakikatnya adalah “belajar”, dan kegiatan pengajaran bagi guru berarti ‘membuat siswa belajar.” Dengan mengajar seorang guru belajar banyak hal, belajar akan materi (bahan ajar), belajar metode, belajar tentang aspek-aspek kesiswaan dan perkembangannya, belajar situasi kelas dll. Dan guru yang berhasil adalah guru yang mampu membuat anak didiknya belajar.

Kegiatan pengajaran kalau dipotret akan membrikan gambaran adanya tiga komponen utama dalam aktivitas tersebut source > message > receiver, yang pertama adalah guru, yang kedua informasi atau pengetahuan dan yang ketiga adalah siswa.

Guru dan Murid

Guru adalah sebutan untuk orang yang kerjanya mengajar, kalau melihat pernyataan ini tampak guru sangat sederhana; orang yang kerjanya mengajar. Namun kenapa semua orang bertumpu pada guru, ungkapan seperti “berguru pada siapa” tampak kata guru di sini berwibawa sekali. Apa yang diungkap oleh Purwadarminta belum bisa mewakili maksud dari kata guru, selain hanya dari sudut pekerjaan saja, dalam Ensiklopedi Encarta ditulis guru berasal dari bahasa Sansakerta digunakan sejak awal abad 17 berarti; Pemimpin keagamaan atau pengajar keagamaan, pemimpin spiritual atau intelektual bagi group keagamaan tertentu yang sangat berpengaruh dalam membuat gerakan. Kata guru memiliki medan makna antara lain; keagamaan, pemimpin, pengajar, gerakkan, berpengaruh, dan diikuti. Maka tidak heran jika guru demikian berwibawa pada masa silam, dan sangat berpengaruh dalam menentukan jalan hidup muridnya.

Dalam Istilah pendidikan guru dikenal tidak saja sebagai instruktur, tapi lebih dari itu ia berperan sebagai perancang pengajaran, manajer pengajaran pengevaluasi hasil belajar dan sebagai direktur belajar.

Murid berasal dari bahasa Arab yang berarti secara harfiah orang yang mempunyai keinginan, istilah ini digunakan sebagai sebutan bagi pengikut sufi yang mempunyai keinginan untuk belajar pada gurunya (Syekh atau Mursyid), murid berarti seorang yang memiliki keinginan kuat untuk memahami dan mencapai apa yang dicapai oleh gurunya.

Bila melihat dari pengertian di atas baik guru maupun murid sebenarnya tampak kinerja yang sangat indah antara keduanya; guru sebagai pemimpin, pemberi pengaruh, pemberi pengetahuan, penggerak, sedang kan murid di satu sisi sebagai orang yang dengan penuh semangat ingin mencapai apa yang telah dimiliki gurunya. Murid dalam bahasa Arab disebut thalib, atau mutaa’lim, yang pertama berarti penuntut, dan yang kedua berarti orang yang belajar, kedua kata tersebut menunjukkan sifat aktif murid dalam belajar, ia selalu menuntut (bukan menunggu) dan senantiasa belajar hingga memiliki ilmu.

Dari sini tergambar pola hubungan guru-murid; guru sebagai pemberi dan murid sebagai penuntut dan penerima dalam arti yang luas. Pemberi akan lebih bermanfaat jika ‘tindakan” memberi itu disadari dengan keikhlasan, demikian juga halnya dengan penerima, siapa pun akan kurang pas menerima sesuatu dengan keterpaksaan, karenanya perlu dikembangkan pola hubungan guru murid dengan keikhlasan sebagai dasarnya. Untuk ini kalangan pendidik masa silam (dalam Islam) mengembangkan suatu norma bagi murid yang berisikan tata cara mencari ilmu dan menghargai guru.

Az-Zarmuji pada tahun 1203 M menyusun buku berjudul Ta’lim al-Muta’alim Thariq al-Ta’alum semacam How To Study  dengan pendekatan norma keagamaan. Buku tersebut diawali dengan pembahasan tentang Hakekat Ilmu, cara mencarinya dan keutamaan ilmu. Kemudian tentang Niat belajar, disusul pembahasan tentang Memilih ilmu, Memilih Guru dan Memilih kawan dalam belajar. Pada urutan keempat disampaikan topik memuliakan ilmu dan orang berilmu, berikutnya tentang kesungguhan dalam belajar, ketekunan dan cita-cita tinggi. Pada bagian keenam disampaikan tentang permulaan belajar, kadar dan urutan ilmu yang dipelajari. Bagian ketujuh tentang tawakal kepada Allah, kedelapan tentang waktu belajar dan kesembilan tentang asih dan menginginkan kebaikan. Kesepuluh tentang cara mencari faedah atau manfaat ilmu, kesebelas tentang menjauhi maksiat, kedua belas tentang hal yang mempermudah menghafal dan yang mempermudah lupa,  dan terakhir tentang jalan mencari rizki dan hal yang menghalangi rizki, serta tentang umur panjang.

Dari kaidah norma yang diinformasikan az-Zarmuji bagi para pencari ilmu itu setidaknya memberikan model karakter yang harus dimiliki para pelajar di satu sisi dan memberikan arah “merdeka belajar” meminjam istilah Mas Menteri yang mengarah pada soft skill dan pengembangan karakter. Hingga dengan semangat cinta ilmu dan orientasi pada hasil dalam belajar tidak saja merdeka belajar yang dijalani sebagai proses/pengalaman belajar namun lebih dari itu menjadi mereka belajar.

Pilar Medcom.id 26 Maret 2021

Comments are Closed