media berbagi dan silaturahmi

BAKIAK

Print Friendly, PDF & Email

Musim hujan telah berjalan beberapa bulan lalu, pada masa lalu –mungkin juga masa kini– biasanya masyarakat menggunakan alas kaki yang terbuat dari potongan kayu sisa yang dibuat menjadi semacam sandal dengan tali ban melingkar dari satu sisi ke sisi lainnya. Ada penulis entri Wikipedia menyebutkan pengertian bakiak sebagai berikut: Bakiak Bangkiak atau Terompa Galuak adalah sejenis sandal yang telapaknya terbuat dari kayu yang ringan dengan pengikat kaki terbuat dari ban bekas yang dipaku di kedua sisinya.(Wikipedia).

Secara bahasa kata bakiak bisa dihubungkan dengan kata baqiyat dalam Bahasa Arab yang berarti sisa-sisa yang tidak terpakai. Di Mesir penghimpun rongsokan berkeliling kampung dengan meneriakkan “Baqiyāt” berarti barang yang sudah tidak terpakai lagi. Jadi penggunaan kata baqiat dengan bakiak ada kesamaan yaitu sendal yang dibuat dari kayu-kayu sisa dan tali ban yang tidak terpakai lagi. Maksudnya bahan baku bakiak adalah barang yang sudah tidak terpakai.

Pada tahun delapan puluhan Koes Plus memperkenalkan sebuah lagu “Layar Tancap” dengan gaya jenaka  walau tetap mampu mengabadikan gejala sosial yang ada saat itu, ia menyisipkan kata bakiak dalam liriknya dengan pengulangan yang bertujuan menjelaskan makna: jempol kakiku terinjak terompah bakiak sandal Jawa.

Dalam istilah Arab sandal yang terbuat dari kayu dengan tali dari kulit dinamakan Qabqāb untuk bentuk jamaknya Qabāqīb. Mungkin dihubungkan dengan kata qib-qib yang berarti kepiting, karena Qabqāb dipaki untuk merayap berjalan sebagaimana juga kepiting merayap. Bisa juga dihubungkan dengan suaranya ketika dipakai berjalan akan berbunyi nyaring, karena kata qab-qab berarti bersuara nyaring.

Dari dua istilah ini ada perbedaan penamaan sendal kayu itu, orang Jawa atau Sunda menamainya bakiak dengan melihat bahan baku pembuatannya, sementara orang Arab melihat dari sudut kemiripan dengan yang lainnya atau sifat yang melekat setelah barang itu jadi dan dimanfaatkan.  Arinya yang pertama menilai dari sudut dasar pembuatan dan yang terakhir menilai dari sudut hasil produksinya.

Lain halnya dengan istilah yang digunakan dalam al-Qur’an  Baqiyāt diberi sifat Shālihat yang berarti secara harfiah sisa yang baik atau yang tersisa yang baik. Istilah tersebut terdapat dalam dua surat yaitu al-Kahfi ayat 46 dan surat Maryam ayat 76.

Pada surat al-Kahfi 46 istilah  Baqiyāt Shālihat disebutkan setelah menjelaskan bahwa harta dan anak-anak adalah hiasan kehidupan dunia. Kemudian dijelaskan bahwa Baqiyāt Shālihat lebih baik bagi Tuhanmu baik dari segi pahala maupun dari segi harapan yang dicita-citakan.

Tema pembahasan ayat ini sebelumnya menceriakan tentang sikap manusia terhadap harta, dan kenikmatan dunia yang menjadi hiasan kehidupan, namun pada akhirnya akan binasa juga,  yang tersisa adalah Baqiyāt Shālihat; amal-amal saleh dan kebaikan seperti salat lima waktu, serta amal saleh lain dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Ali bin Abi Thalib mengatakan ada dua macam ladang, ladang dunia yakni harta dan anak-anak, serta ladang akhirat yaitu kebaikan yang tersisa dan langgeng.

Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Baqiyāt Shālihat adalah kalimat-kalimat yang memiliki keutamaan sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah SAW seperti tasbih, tahmid, tahlil dan takbir  serta lā hawla wa lā quwata ila bi llah.

Adapun dalam surat Maryam ayat 76 Baqiyāt Shālihat diawali dengan pembahasan tentang hidayah dan orang yang mendapat petunjuk akan ditambah petunjuknya. Tema pembahasannya berkenaan dengan kesesatan dan kekufuran dan karakter sebaliknya yakni hidayah. Dlam kontek ini dijelaskan bahwa mereka yang mendapat petunjuk dalam beragama, maka akan ditambah petunjuknya sesuai dengan usaha pembaruan iman dan pengamalannya. Kemudian ditegaskan bahwa perbuatan baik yang tersisa itu lebih baik di sisi Allah dari segi pahala di akhirat, dan merupakan ending yang baik yang bisa digapai seseorang nanti, happy ending.  

Kalaulah dalam kehidupan sehari-hari bisa terlihat bahwa banyak barang sisa yang masih bisa dimanfaatkan sehingga pada gilirannya jadi berharga dan berguna,  dalam kaca mata makro ada banyak perbuatan yang –sering kali dipandang remeh atau rendah oleh yang tidak menyukainya atau belum mampu melihatnya secara tepat—sangat berharga dan memiliki nilai abadi, Baqiyāt Shālihat;  keimanan dan kesalehan amal perbuatan yang akan menghasilkan pahala nan abadi.  

Wallahu A’lam.

Comments are Closed